Hampir seluruh lapisan masyarakat dunia pernah mengonsumsi minuman
bersoda. Berbagai produk minuman berkarbonasi itu pun telah diproduksi
dan dipasarkan di seluruh belahan dunia. Jika di Amerika Serikat (AS),
kompetisi masih didominasi dua merek besar, "Si Merah" dan "Si Biru",
Indonesia justru menunjukkan anomali. Adalah BIG Cola, minuman soda yang
lahir pasca perang sipil tahun 1989 di Peru yang sukses menohok
kompetitor lama dengan membawa tiga diferensiasi; kualitas, harga murah,
dan ukuran yang BIG.
Lantas strategi apa yang hendak dibawa AJE selaku produsen BIG Cola
di pasar dalam negeri? Untuk mengulas lebih jauh, Marketeers
berkesempatan mewawancarai Hendik Simone selaku Brand Manager BIG, PT
AJE Indonesia. Berikut petikannya.
Bagaimana Anda memandang pasar minuman berkarbonasi di Indonesia?
Kami optimistis industri minuman soda di Indonesia tumbuh positif pada tahun ini dibandingkan tahun 2013 lalu. Menurut Asosiasi Industri Minuman Ringan (ASRIM), konsumsi minuman ringan tahun ini diperkirakan bisa mencapai 24 miliar liter atau tumbuh 9% dibandingkan tahun lalu. Salah satu faktornya disebabkan oleh meningkatnya permintaan minuman soda.
Kami optimistis industri minuman soda di Indonesia tumbuh positif pada tahun ini dibandingkan tahun 2013 lalu. Menurut Asosiasi Industri Minuman Ringan (ASRIM), konsumsi minuman ringan tahun ini diperkirakan bisa mencapai 24 miliar liter atau tumbuh 9% dibandingkan tahun lalu. Salah satu faktornya disebabkan oleh meningkatnya permintaan minuman soda.
Sebagai perusahaan yang memproduksi dan mendistribusikan ready-to-drink,
AJE Indonesia sangat tertarik dan berharap untuk memperkuat posisinya
di pasar sebagai salah satu pemain kunci bagi industri soda di
Indonesia.
Peluang apa yang Anda lihat di bisnis minuman soda?
Berdasarkan dari ASRIM, perlu diketahui bahwa konsumsi minuman bersoda di Indonesia masih kecil, yaitu hanya 2,4 liter per tahun. Bandingkan dengan Thailand yang sudah 32,2 liter/tahun, Filipina 34,1 liter/tahun, sedangkan Vietnam bahkan jauh lebih besar dari Indonesia, yaitu sebesar 6,2 liter/tahun.
Berdasarkan dari ASRIM, perlu diketahui bahwa konsumsi minuman bersoda di Indonesia masih kecil, yaitu hanya 2,4 liter per tahun. Bandingkan dengan Thailand yang sudah 32,2 liter/tahun, Filipina 34,1 liter/tahun, sedangkan Vietnam bahkan jauh lebih besar dari Indonesia, yaitu sebesar 6,2 liter/tahun.
Walaupun konsumsi sparkling di Indonesia terendah, namun 80% pedagang
asongan dan pedagang kecil menjual minuman bersoda dan ada sekitar 40
produsen minuman bersoda di Indonesia, dengan kapasitas produksi 200
juta liter per tahun.
Artinya potensi minuman soda masih besar di negeri ini. Bisa jadi, keinginan untuk mengonsumsi minuman sparkling itu besar. Tetapi untuk kalangan middle low,
dulu mereka merasa terlalu mahal jika harus membeli kategori itu.
Akhirnya, mereka pun minum yang biasa-biasa saja, atau minuman itu
diragukan kesehatannya. Kami hadir di saat yang pas. Dan seketika itu,
BIG Cola booming.
Apa diferensiasi yang ditawarkan BIG Cola?
BIG adalah satu-satunya minuman ringan yang tidak mengandung kafein, dijual dengan harga yang terjangkau namun dengan kualitas yang baik.
BIG adalah satu-satunya minuman ringan yang tidak mengandung kafein, dijual dengan harga yang terjangkau namun dengan kualitas yang baik.
Sesuai namanya BIG, kami mengeluarkan produk ukuran 3,1 liter dengan
harga yang hampir sama dengan produk lain kemasan 1,5 liter. Kami
menyadari bahwa masyarakat Indonesia sangat senang menikmati minuman
sparkling secara bersama-sama. Selain itu, secara nilai bisnis pun,
ukuran upsize memiliki margin yang tinggi. Kendati hingga saat
ini kontribusi penjualan berasal dari ukuran 535 ml. Kami juga baru
meluncurkan ukuran 300 ml seharga Rp 2.000.
Apakah pasar segmen menengah bawah untuk produk minuman itu menguntungkan?
Tidak semua bisnis dengan target pasar menengah bawah tidak menghasilkan keuntungan besar. AJE dengan target konsumen kalangan middle dan middle low tumbuh sebagai perusahaan sukses. Tahun 2013 lalu, kami berhasil mencatatkan penjualan sebanyak 400 juta liter. Dan tahun ini, kami menargetkan lebih dari penjualan tahun lalu. Pertumbuhan pada tahun 2013 dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya adalah 70%
Tidak semua bisnis dengan target pasar menengah bawah tidak menghasilkan keuntungan besar. AJE dengan target konsumen kalangan middle dan middle low tumbuh sebagai perusahaan sukses. Tahun 2013 lalu, kami berhasil mencatatkan penjualan sebanyak 400 juta liter. Dan tahun ini, kami menargetkan lebih dari penjualan tahun lalu. Pertumbuhan pada tahun 2013 dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya adalah 70%
Secara volume, market share kami telah menduduki posisi dua
besar di kategori minuman soda sebesar 43.8%. Keberhasilan itu cukup
membanggakan, mengingat AJE hadir di Indonesia baru empat tahun lalu.
Tentu saja dari segi Sales Force Objectives & Strategies (SFOS),
kami menciptakan bagaimana caranya agar BIG Cola selalu lebih murah.
Oleh karena itu, kami tidak memakai kardus untuk pengepakannya, hanya
plastik.
Yang menjadi halangan orang mengonsumsi soda adalah isu kesehatan. Bagaimana AJE menyikapi hal ini?
Karena kami masih baru empat tahun, banyak Pekerjaan Rumah yang harus dilakukan. Jadi untuk kampanye semacam itu, kami belum memilikinya. Edukasinya pun saya rasa sangat challenging dan perlu usaha yang luar biasa. Apalagi saya melihat konsumen yang health conscious sebagian besar berasal dari kalangan menengah atas. Sedangkan konsumen AJE adalah kalangan menengah dan menengah bawah yang masih ingin menikmati minuman sparkling.
Karena kami masih baru empat tahun, banyak Pekerjaan Rumah yang harus dilakukan. Jadi untuk kampanye semacam itu, kami belum memilikinya. Edukasinya pun saya rasa sangat challenging dan perlu usaha yang luar biasa. Apalagi saya melihat konsumen yang health conscious sebagian besar berasal dari kalangan menengah atas. Sedangkan konsumen AJE adalah kalangan menengah dan menengah bawah yang masih ingin menikmati minuman sparkling.
Tetapi perlu disadari bahwa minuman soda masuk dalam kategori minuman
ringan. Artinya, minuman ini aman untuk dikonsumsi. BIG Cola pun sudah
memenuhi aturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Sebagai minuman dengan segmen middle dan middle low, apakah strategi distribusi lebih fokus ke rural area?
Seperti obat nyamuk bakar, penetrasi awal kami lewat rural area yang populasinya sangat besar di Indonesia. Kemudian perlahan masuk ke area perkotaan. Anda bisa lihat produk BIG Cola ada di gang-gang hingga pelosok desa. Ketika masuk ke rural, kami jemput-bola, berikan sampling dan promo murah di pasar tradisional. Jika sudah bagus di daerah ini, lalu pindah ke daerah lain. Nah, di pasar modern, kami mulai penetrasi sejak dua tahun lalu. Tapi baru lebih fokus pada tahun ini. Hampir di pasar modern skala nasional, kami sudah masuk. Secara total, 99% produk kami sudah terdistribusi.
Seperti obat nyamuk bakar, penetrasi awal kami lewat rural area yang populasinya sangat besar di Indonesia. Kemudian perlahan masuk ke area perkotaan. Anda bisa lihat produk BIG Cola ada di gang-gang hingga pelosok desa. Ketika masuk ke rural, kami jemput-bola, berikan sampling dan promo murah di pasar tradisional. Jika sudah bagus di daerah ini, lalu pindah ke daerah lain. Nah, di pasar modern, kami mulai penetrasi sejak dua tahun lalu. Tapi baru lebih fokus pada tahun ini. Hampir di pasar modern skala nasional, kami sudah masuk. Secara total, 99% produk kami sudah terdistribusi.
Karena minuman ini lebih enak dinikmati ketika dingin, kami pun memberikan pinjaman berupa cooler box kepada pedagang eceran. Sampai saat ini, kami belum investasi di chillers, karena portfolio kami belum banyak. Tapi tidak menutup kemungkinan, jika produk kami sudah banyak, kami persiapkan chillers.
AJE merangkul hanya distributor tunggal?
Kami tidak memilih satu distributor tunggal, melainkan multidistributor. Jika ada satu distributor lokal yang ingin memasarkan produk kami, it’s okay. Tetapi, kami harus melihat kelayakan distributor itu, baik dari segi finansial, tim, dan armada. Karena sistem pembayarannya adalah tunai, tidak ada sistem kredit.
Kami tidak memilih satu distributor tunggal, melainkan multidistributor. Jika ada satu distributor lokal yang ingin memasarkan produk kami, it’s okay. Tetapi, kami harus melihat kelayakan distributor itu, baik dari segi finansial, tim, dan armada. Karena sistem pembayarannya adalah tunai, tidak ada sistem kredit.
Jadi ketika ada distributor lokal dari Yogyakarta tertarik dengan
produk kami, mereka mengambil barangnya langsung di Cikarang, tempat
pabrik kami berada. Bahkan distributor Lampung mengambil barang kami
langsung di Cikarang. Sedangkan untuk pasokan wilayah Timur, distributor
mengambilnya dari pabrik kami di Surabaya. Dengan begitu, kami pun bisa
efisiensi biaya.
Kami pun punya tim distribusi sendiri yang fokus di Pulau Jawa,
seperti Bandung yang dipegang langsung oleh tim distribusi kami. Jadi di
luar Bandung, kami kerjasama dengan distibutor. Untuk pasar modern,
kami juga memiliki armada sendiri.
Berapa pabrik yang dimiliki AJE saat ini?
Sekarang pabrik kami baru ada dua, satu di Cikarang, satunya lagi di Surabaya. Pada Juli 2014 nanti, kami akan buka satu pabrik baru lagi di Cikarang juga. Pabrik itu akan membantu meningkatkan kapasitas produksi. Portfolio AJE Group di Peru sangat banyak. Jadi akan ada produk-produk baru dengan beragam kategori minuman yang akan dijual di pasar Indonesia. Brand BIG itu hanya untuk minuman karbonasi. Sisanya datang dengan merek baru.
Sekarang pabrik kami baru ada dua, satu di Cikarang, satunya lagi di Surabaya. Pada Juli 2014 nanti, kami akan buka satu pabrik baru lagi di Cikarang juga. Pabrik itu akan membantu meningkatkan kapasitas produksi. Portfolio AJE Group di Peru sangat banyak. Jadi akan ada produk-produk baru dengan beragam kategori minuman yang akan dijual di pasar Indonesia. Brand BIG itu hanya untuk minuman karbonasi. Sisanya datang dengan merek baru.
Nampaknya AJE terkonsentrasi di Pulau Jawa, mengapa?
Kami fokus di Pulau Jawa karena kontribusi penjualan terbesar minuman karbonasi masih di pulau ini, khususnya daerah greater Jakarta yang berarti kawasan perkotaan yang terintigrasi dengan Jakarta. Kondisi ini tidak hanya dirasakan bagi AJE, tetapi juga pemain soda lain. Untuk kategori usia, kontribusi terbesar datang dari kalangan anak muda usia 14 – 17 tahun.
Kami fokus di Pulau Jawa karena kontribusi penjualan terbesar minuman karbonasi masih di pulau ini, khususnya daerah greater Jakarta yang berarti kawasan perkotaan yang terintigrasi dengan Jakarta. Kondisi ini tidak hanya dirasakan bagi AJE, tetapi juga pemain soda lain. Untuk kategori usia, kontribusi terbesar datang dari kalangan anak muda usia 14 – 17 tahun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar