Rabu, 13 Agustus 2014

Kreativitas Penjual Bakpia Hadapi Perubahan

Setiap daerah tentu punya makanan khas. Jika berkunjung ke suatu daerah, otomatis para wisatawan sibuk mencari dan membeli makanan tersebut untuk buah tangan. Di Jogjakarta misalnya, yang paling dikenal adalah bakpia dan gudeg. Tentu masih banyak sederet makanan khas lain yang sayang rasanya bila dilewatkan. Tapi kali ini, saya akan membahas soal bakpia.

Penganan yang kulitnya berasal dari adonan terigu yang dipanggang dan berisi kacang hijau ini memang sangat populer. Awalnya, hanya bakpia 75 dan bakpia 25 saja yang terkenal. Saking larisnya, tak heran jika tetangga kanan-kiri tergiur untuk mencicipi bisnis ini. Maka Pathuk, daerah tempat bakpia 75 dan 25 berasal, kini dipenuhi dengan sentra bakpia. Semua menggunakan nama Pathuk sebagai merek dagangnya. Rasanya pun kian beraneka macam. Awalnya memang hanya kacang hijau dan kumbu hitam. Lama kelamaan, inovasi rasa muncul. Kini, banyak ditemui bakpia rasa coklat, keju, strawberry, bahkan durian.

Persaingan pun semakin ketat. Tapi saya suka bagaimana para pengusaha-pengusaha bakpia ini mencoba bertahan dan bersaing. Mereka menggaet para tukang becak, yang juga menjadi ikon pariwisata di kota Jogja, untuk mendatangkan pembeli. Ini salah satu contohnya. Untuk menyingkat waktu, biasanya para wisatawan enggan berjalan kaki di sepanjang Jalan Malioboro. Jika niatnya hanya naik becak dari ujung Utara Malioboro ke Selatan, pak becak memberikan tarif Rp 10.000 sampai Rp 20.000. Nah, berbeda jika wisatawan punya sederet agenda untuk berbelanja batik dan bakpia. Tarif becak cukup Rp 5.000 saja, dengan diantarkan ke gerai batik dan bakpia yang direkomendasikan oleh pak becak. Tak jarang mereka mengarahkan dengan halus jika wisatawan ingin diantar ke gerai bakpia dan batik yang mereka inginkan.

Trik tadi, sebenarnya sudah jadi rahasia umum. Ada ikatan yang saling menguntungkan antara penjual dan tukang becak. Minggu ini (8/1/12), saya membeli bakpia di daerah Pathuk. Cukup banyak yang dibutuhkan, 32 kotak. Kios bakpia ini letaknya cukup tersembunyi, tidak strategis di pinggir jalan, meskipun harganya cukup miring, Rp 14.000 per kotak. Nah rupanya, bapak pemilik kios bakpia ini punya semangat “pemasaran” yang tinggi. Karena membeli cukup banyak, si bapak hanya mematok harga Rp 13.000 per kotak. Tak hanya itu, dia pun memberikan bonus satu kotak sebagai tambahan dan 10 potong bakpia yang dibungkus plastik bening. “Untuk icip-icip teman-temannya ya mbak,” ujarnya dengan senyum.

Memang banyak referensi pemasaran yang menuturkan bahwa untuk menggaet pelanggan setia, jangan pelit untuk memberikan servis tambahan. Servisnya pun beragam, bahkan pelayanan yang ramah dan “menganggap teman” pun sudah merupakan nilai lebih. Dan bapak penjual bakpia yang saya ceritakan ini, menggabungkan keduanya. Bisa dipastikan, saya dengan senang hati akan menjadi pelanggan bakpianya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar