Selasa, 12 Agustus 2014

Lima Prinsip Membangun Konvergensi Pemasaran


Era internet menyuguhkan aneka kanal-kanal baru untuk mendukung aktivitas pemasaran. Pemasar tidak lagi hanya mengandalkan kanal-kanal konvensional mengingat pelanggan di era ini turut membanjiri kanal-kanal baru tersebut. Sebab itu, konvergensi menjadi pilihan terkini agar pemasaran bisa menyentuh konsumen secara menyeluruh. Konvergensi yang dibangun saat ini, seperti dikutip dari tulisan Global CEO Razorfish Bob Lord di FastCompany, menyangkut integrasi tiga hal, yakni teknologi, kreativitas, dan media.

Kata "konvergensi" telah menandai satu tren dalam lanskap pemasaran dewasa ini. Bahkan, mungkin ini menjadi istilah paling ngetren di tahun 2013. Seperti yang dilakukan di perusahaan Razorfish, konvergensi ini merujuk pada integrasi dari media, teknologi, dan kreativitas. Ketiganya berjalan secara bersamaan dan terpadu. Konvergensi ini menurut Bob Lord mampu menciptakan pengalaman yang memperkaya relasi antara merek dengan konsumennya.

Lalu, apa saja yang pantas diperhatikan dalam membangun konvergensi dalam pemasaran ini? Bob Lord memaparkan lima prinsip yang diuraikan berikut ini:

1. Berpusat pada Pelanggan
Menjadi siap untuk melakukan konvergensi bukanlah perihal membangun laboratorium inovasi, membelanjakan bujet pemasaran di Facebook maupun Twitter atau merekrut seorang guru media sosial untuk merespons komplain pelanggan di media online. Konvergensi di sini tak lain bagaimana membangun mindset customer-centric dan membuat seluruh bagian perusahaan bersikap responsif terhadap customer journey.

Di sini, strategi yang dijalankan harus berdasarkan data dari aktivitas aktual pelanggan sendiri, bukan hal abstrak maupun perkiraan. Data di sini tak sekadar tentang apa yang perusahaan tawarkan kepada pelanggan, tapi juga tempat, waktu, dan cara perusahaan melayani pelanggan. Sementara itu, komunikasi merek harus merengkuh pelanggan di platform-platform dan ekosistem sosial dan terbuka pada APIs. Dengan ini, pengalaman di ritel juga harus diciptakan dalam banyak kanal yang memberikan pembelanja pengalaman yang sama, baik di toko, online, maupun melalui telepon.

2. Memikirkan merek sebagai servis dan pengalaman
Perlu mengubah paradigma dari menjual produk menjadi memenuhi kebutuhan konsumen. Sebagai seorang pemasar, kita sedang menciptakan produk dan aplikasi baru dan selalu berada di ekosistem. Tidak sekadar serial kampanye yang sudah dijadwalkan dalam peluncuran produk.

Untuk menciptakan dan memelihara ekosistem tersebut, pemasar perlu melakukan investasi di operasional marketing, tidak sekadar mempekerjakan media, desainer, maupun pengembang. Pemasar perlu menitikberatkan pengalaman dan layanan kepada pelanggan. Merek lebih diposisikan sebagai servis dan pengalaman itu sendiri.

3. Keluar dari Silo
Media, teknologi, dan kreativitas digunakan untuk membangun kampanye pemasaran dengan integrasi banyak kanal. Pemasar tidak lagi terjebak pada kanal-kanal tertentu saja seperti halnya dalam pemasaran tradisional. Dalam hal ini, perlu kolaborasi antara pemasaran dan Teknologi Informasi.

4. Bertindak Layaknya Pemula
Perlu membangun semangat pemula. Mentalitas startup ini dibutuhkan agar pemasar bisa mendapatkan perubahan yang lebih dalam dan lebih bermakna. Tentunya, langkah ini membutuhkan upaya tak gampang untuk mengubah mentalitas, kebiasaan, maupun paradigma lama.

5. Ciptakan keragaman
Setiap perusahaan membutuhkan spesialis dan pakarnya masing-masing. Namun, dalam proses konvergensi ini, perusahaan perlu mengintegrasikan banyak talent untuk bekerja bersama di bidang-bidang yang beragam, dengan aneka disiplin, kepribadian, dan budaya. Seperti halnya kapal besar, perusahaan ini berisi orang-orang yang concern pada pemasaran, teknologi, sumber daya manusia, legal, maupun keuangan.

*Sumber ilustrasi: http://farm3.staticflickr.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar