Senin, 07 Juli 2014

Strategi Membangun Branding Yang Baik

Sumber: Dokumentasi Marketeers
Membangun brand yang besar tak bisa dilakukan dalam semalam seperti kisah Bandung Bondowoso dan Roro Jonggrang. Selain pemahaman penuh terhadap kekuatan brand yang akan dibangun, seorang pemasar harus jeli dalam melihat lanskap kompetisi. Demikian disampaikan Iwan Setiawan, Principal MarkPlus Consulting dalam workshop branding hari ini (22/4/2014) di MarkPlus Main Campus.

"Branding itu cukup susah karena tidak ada kepastian akan berhasil atau tidak. Hal yang paling dibutuhkan adalah kepercayaan diri dalam melakukannya," ujar Iwan.

Dalam membangun branding ada aspek-aspek yang perlu diperhatikan, di antaranya adalah kompetisi harga, heterogenitas pasar, serta intensitas persaingan. Soal kompetisi harga misalnya, hal ini sangat sensitif terhadap pembangunan brand. Bila sebuah merek terjerumus dalam sebuah perang harga, maka akan semakin susah bagi merek tersebut untuk menjaga kualitasnya tetap tinggi karena bila harga sudah diturunkan, alokasi untuk hal penting lain bisa terabaikan sekaligus membuat fokus terpecah.

Demikian pula dengan heterogenitas pasar. Semakin beragam pasar yang akan dimasuki oleh sebuah brand, maka semakin sulit brand tersebut dibangun. Mengapa? Karena aktivitas pemasaran yang dilakukan harus disesuaikan dengan karakter yang ada dipasar tersebut.

"Contohnya bisa dilihat pada masa Orde Baru dan saat sekarang. Dahulu, Indonesia bisa dibilang adalah pasar yang homogen. Semuanya sama dan ketika beriklan di TVRI, seluruh Indonesia bakal tahu. Namun saat ini tidak seperti itu. Masing-masing daerah punya konsumen yang khas, begitu juga dengan segmen-segmen yang punya kecenderungan tertentu," terang Iwan. Karena itulah, membangun merek nasional tentu lebih sulit dari membangun merek di sebuah daerah.

Selain itu, kompetisi juga menjadi faktor lain yang mempengaruhi pembangunan merek. Semakin tinggi intensitas persaingan sebuah kategori, maka semakin susah pembangunan merek dilakukan. Hal ini juga terkait dengan positioning dan asosiasi yang akan dibangun oleh pemasar. Ketika terlalu banyak pemain, maka positioning dan asosiasi merek dapat menjadi blur dan tercampur-campur. Bila itu terjadi, maka ekuitas merek pun akan menjadi rendah.

Lalu bagaimana seorang pemasar dapat membangun merek yang kuat sekaligus mengatasi berbagai hambatan tersebut? Cara paling umum adalah dengan mengembangkan portofolio merek dan produk. Bila hal itu dapat dilakukan, maka pemasar memiliki lebih banyak bidak untuk dimainkan dalam percaturan menghadapi lawan. Contohnya bisa dilihat pada Telkomsel dengan merek Halo, Simpati, serta AS yang dimilikinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar