Rabu, 16 Juli 2014

Belajar Sales Dari Prudential: Jadikan Nasabah Sebagai Saudara (Bagian III)

Dalam kisah sebelumnya, Audi berhasil mencapai impian semua orang dengan penghasilan raksasa per bulannya sehingga ia punya hak membuka agensi sendiri. Di sini Audi membagi pengalamannya dulu kepada junior-junior di bawahnya dengan tujuan tidak hanya finansial semata tapi juga berbagi kebaikan.
"Yang saya lakukan adalah tidak melatih mereka untuk menjadi seorang agen asuransi, tetapi ingin mencetak business owner melalui mekanisme asuransi," tegasnya. Konsep pendekatan nasabah sebagai teman diturunkannya kepada agen lainnya agar mereka tidak asal kejar target.  Yang ditekankan adalah bagaimana caranya agar calon nasabah tidak mendapatkan paksaan, melainkan mendapatkan pengetahuan mengenai bagaimana cara mengelola keuangan sesuai kebutuhan masing-masing. Ujungnya, ada kesadaran betapa pentingnya menabung dari awal serta proteksi dalam kehidupannya sehingga nasabah tahu betul produk yang dibelinya.
Di sisi lain, dia juga menekankan kepada para agen bahwa tidak semua orang mau menjadi nasabah. Sehingga, tenaga penjual harus siap ketika ditolak, bahkan dimaki orang lain. Mindset alias cara berpikir para agen ini diubah agar tidak mengejar target komisi. Pasalnya, Audi yakin dengan mindset komisi, tenaga penjual tidak akan tulus ketika mendatangi calon nasabahnya, lain halnya jika sebagai financial planner.
Sedangkan ketika berjualan, Audy meminta agar agen bercerita dan melakukan sharing. Disyukuri jika diterima —apalagi jika menjadi nasabah—, dan menerima jika ternyata ditolak. Audi menganggap, dengan bercerita kepada 10 calon nasabah, artinya 10 kebaikan sudah dilakukan dalam satu hari. Dengan dididik seperti itu, agen memiliki mentalitas kuat.
"Saya tidak menekankan target karena hanya membuat mereka pusing. Sebagai contoh, ketika bertemu dengan nasabah berusia 25 tahun, anggaplah mereka sebagai sahabat. Umur lebih tua anggap sebagai kakak. Di atas 50 tahun, anggap seperti orang tua, cium tangan mereka, sesekali dibelikan makanan. Tidak mahal, namun justru bisa mendatangkan big fish," ujarnya.
Nah, untuk merekrut agen yang mumpuni, Audy pun tidaklah sembarangan. Perlu proses wawancara untuk mengetahui seperti apa latar belakang calon agen, mulai dari ibu rumah tangga, pensiunan, hingga mahasiswa yang baru lulus. Selanjutnya, mereka akan diberi pelatihan spesial agar kelak menjadi agen berkualitas.
Klasifikasi agen kemudian dibagi dua, mereka yang memiliki pasar dan tidak. Biasanya agen baru memiliki status sebagai agen tidak ber-market. Karenanya, mereka diberi kemampuan door to door, menyisir suatu daerah, dan bercerita ke sekitar 20 orang per hari. Mayoritas daerah yang disasar adalah pasar dan ruko. Sedangkan agen yang telah memiliki market akan dibekali skill untuk menggaet pasar menengah atas, semisal keahlian memainkan bahasa tubuh.
Berbekal kemampuan itu, Audy pun berhasil menjalani kariernya sebagai agen Prudential Indonesia. Dan, segala prestasi itu membuktikan bahwa keputusannya meninggalkan karier sebagai seorang pegawai bank tidaklah salah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar