Setiap daerah tentu
punya makanan khas. Jika berkunjung ke suatu daerah, otomatis para
wisatawan sibuk mencari dan membeli makanan tersebut untuk buah tangan.
Di Jogjakarta misalnya, yang paling dikenal adalah bakpia dan gudeg.
Tentu masih banyak sederet makanan khas lain yang sayang rasanya bila
dilewatkan. Tapi kali ini, saya akan membahas soal bakpia.
Penganan yang kulitnya
berasal dari adonan terigu yang dipanggang dan berisi kacang hijau ini
memang sangat populer. Awalnya, hanya bakpia 75 dan bakpia 25 saja yang
terkenal. Saking larisnya, tak heran jika tetangga kanan-kiri tergiur
untuk mencicipi bisnis ini. Maka Pathuk, daerah tempat bakpia 75 dan 25
berasal, kini dipenuhi dengan sentra bakpia. Semua menggunakan nama
Pathuk sebagai merek dagangnya. Rasanya pun kian beraneka macam. Awalnya
memang hanya kacang hijau dan kumbu hitam. Lama kelamaan, inovasi rasa
muncul. Kini, banyak ditemui bakpia rasa coklat, keju, strawberry,
bahkan durian.
Persaingan pun semakin
ketat. Tapi saya suka bagaimana para pengusaha-pengusaha bakpia ini
mencoba bertahan dan bersaing. Mereka menggaet para tukang becak, yang
juga menjadi ikon pariwisata di kota Jogja, untuk mendatangkan pembeli.
Ini salah satu contohnya. Untuk menyingkat waktu, biasanya para
wisatawan enggan berjalan kaki di sepanjang Jalan Malioboro. Jika
niatnya hanya naik becak dari ujung Utara Malioboro ke Selatan, pak
becak memberikan tarif Rp 10.000 sampai Rp 20.000. Nah, berbeda jika
wisatawan punya sederet agenda untuk berbelanja batik dan bakpia. Tarif
becak cukup Rp 5.000 saja, dengan diantarkan ke gerai batik dan bakpia
yang direkomendasikan oleh pak becak. Tak jarang mereka mengarahkan
dengan halus jika wisatawan ingin diantar ke gerai bakpia dan batik yang
mereka inginkan.
Trik tadi, sebenarnya
sudah jadi rahasia umum. Ada ikatan yang saling menguntungkan antara
penjual dan tukang becak. Minggu ini (8/1/12), saya membeli bakpia di
daerah Pathuk. Cukup banyak yang dibutuhkan, 32 kotak. Kios bakpia ini
letaknya cukup tersembunyi, tidak strategis di pinggir jalan, meskipun
harganya cukup miring, Rp 14.000 per kotak. Nah rupanya, bapak pemilik
kios bakpia ini punya semangat “pemasaran” yang tinggi. Karena membeli
cukup banyak, si bapak hanya mematok harga Rp 13.000 per kotak. Tak
hanya itu, dia pun memberikan bonus satu kotak sebagai tambahan dan 10
potong bakpia yang dibungkus plastik bening. “Untuk icip-icip
teman-temannya ya mbak,” ujarnya dengan senyum.
Memang banyak
referensi pemasaran yang menuturkan bahwa untuk menggaet pelanggan
setia, jangan pelit untuk memberikan servis tambahan. Servisnya pun
beragam, bahkan pelayanan yang ramah dan “menganggap teman” pun sudah
merupakan nilai lebih. Dan bapak penjual bakpia yang saya ceritakan ini,
menggabungkan keduanya. Bisa dipastikan, saya dengan senang hati akan
menjadi pelanggan bakpianya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar