Banjar
Kesian Lebih adalah salah satu desa yang terletak di Kabupaten Gianyar.
Sebagian besar penduduk di sini bekerja sebagai petani. Salah satu
komoditi yang dihasilkan petani Banjar Kesian Lebih adalah ketela dan
kacang-kacangan. Namun sekitar tanggal 11 Mei 2009 harga ketela dan
kacang-kacangan di pasaran turun drastis yang menyebabkan kerugian di
pihak petani. Dari kejadian tersebut, saya sebagai salah satu anak warga
merasa sangat prihatin dengan kondisi tersebut, dan saya mulai
memikirkan suatu solusi yang bisa ditawarkan kepada para petani ketela
tersebut. Saat itu saya berpikir kenapa petani harus menunggu pemasok
ketela sehingga baru bisa menjual ketela yang dihasilkan, kenapa mereka
tidak menjual langsung? Tapi untuk menjual langsung dalam bentuk ketela
basah memang sangat sulit, namun beberapa saat kemudian saya berpikir
kenapa ketela tersebut tidak diolah menjadi makanan dan dijual saja
untuk menekan kerugian?
Ya, ide tersebutlah yang muncul saat
itu, dan tak lama setelah itu saya mengembangkan ide saya dan mulai
melakukan eksperimen. Langkah pertama yang saya lakukan adalah mencoba
mengolah ketela menjadi tepung, setelah itu mengolahnya menjadi camilan
dicampur dengan kacang yang dihasilkan oleh petani, dan jadilah rempeyek
ketela. Semuanya kami proses secara manual. Saat itu keluarga saya
sangat menyukai hasil olahan ketela tersebut, karena unik dan memiliki
cita rasa yang khas, dan mereka berpikir kenapa tidak dipasarkan saja?
Keesokan harinya kami sekeluarga mencoba mengolah kembali ketela
tersebut menjadi rempeyek untuk mulai dipasarkan. Untuk bahan baku kami
peroleh dari petani sekitar dan modal saat itu berjumlah Rp. 100.000 dan
adonan yang didapat sebanyak 5 kg. Pemasaran pertama kami mulai dari
warung-warung di daerah kami, dan kantin-kantin sekolah. Strategi
pemasaran yang kami gunakan saat itu kami sebut strategi Mutualisme.
Dinamakan strategi mutualisme, karena memang dengan strategi ini antara
pedagang dan usaha kami tercipta simbiosis mutualisme. Di mana teknis
pelaksanaan strategi ini yaitu pada saat kami menyalurkan rempeyek
kepada para pedagang, pada saat itu kami tidak langsung meminta bayaran
tapi kami beri waktu 3 hari. Dan bila dalam waktu 3 hari rempeyek tidak
habis terjual, maka bayaran yang kami minta hanya sebesar rempeyek yang
terjual dan yang tidak laku terjual kami ambil kembali.
Strategi
inilah yang kami jalankan saat itu, kami rasa strategi ini sangat
membantu pemasaran rempeyek, karena pedagang merasa usaha kami
memberikan pelayanan dan kerjasama yang bersifat mutualisme, sehingga
dengan strategi ini semua rempeyek yang kami produksi bisa dipasarkan
seluruhnya di warung dan kantin sekolah. Dan ajaibnya ternyata sambutan
pasar sangat baik kepada produk kami, terbukti dalam 2 hari semua
rempeyek yang kami pasarkan di warung-warung dan kantin sekolah ludes
terjual, sehingga kami tidak perlu mengalami kerugian akibat rempeyek
yang tidak laku terjual. Bahkan kami mengalami keuntungan sebesar Rp.
50.000 dengan rincian tiap 1 kilogram adonan/30 bungkus (1 bungkus isi 8
buah rempeyek dan 1 bungkus seharga Rp. 1.000) terjual seharga Rp.
30.000, sehingga omset saat itu adalah Rp. 30.000 x 5 kg yaitu Rp. 150. 000.
Hari-hari
berlalu, tak terasa sudah 2 tahun berjalan, usaha rempeyek kami makin
berkembang hingga saat ini kami telah memiliki cabang penjualan rempeyek
di pasar Badung dan telah memasarkan produk hampir seluruh daerah
Gianyar, Badung, Denpasar, dan Klungkung. Usaha kami ini telah menyerap
10 tenaga kerja. Selain itu sampai saat inipun penjualan rempeyek masih
menerapkan strategi Mutualisme dan ajaibnya hingga kini juga kami belum
pernah mengalami kerugian yang signifikan akibat rempeyek yang tidak
laku terjual. Kami sangat bersyukur usaha ini telah berkembang, dan
menjadi mata pencaharian keluarga kami sekaligus juga memberi manfaat
bagi masyarakat sekitar, yaitu pekerja kami maupun petani kacang dan
ketela yang selalu memasok hasil pertaniannya kepada kami. Itulah
sedikit cerita awal perjalanan usaha kami hingga sekarang.
-------------------
Artikel ini ditulis untuk kontes Youth Startup Icon.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar