Dengan meningkatnya daya beli masyarakat, industri retail juga ikut berkembang. Banyak toko, outlet, dan berbagai retailer baru yang menawarkan berbagai kebutuhan konsumen, sehingga konsumen pun semakin memilih banyak pilihan. Bagi retailer sendiri, hal ini menyebabkan persaingan yang semakin ketat, beberapa retailer berhasil bertahan dan bahkan memposisikan diri menjadi terbaik, namun tidak sedikit yang justru gagal.
Belajar dari retailer-retailer ternama di dunia, untuk dapat bertahan dalam persaingan, retailer tidak hanya harus memiliki positioning yang jelas dan konsisten namun juga harus menanamkannya di benak konsumen. Retailer yang menjadi pilihan konsumen tentunya yang dinilai fokus pada konsumen, dalam artian retailer tersebut dapat memberikan apa yang dibutuhkan konsumen dan mengurangi apa yang tidak dibutuhkan bahkan merepotkan konsumen.
Namun di lain sisi, mustahil untuk menawarkan berbagai hal kepada berbagai segmen pasar. Karena itulah, retailer yang sukses adalah mereka yang dengan tegas menetapkan posisi seperti apa yang ingin mereka tawarkan dan tanamkan di benak konsumen dan berusaha mencapai posisi tersebut dengan berbagai cara. Retailer-retailer yang sukses selalu berusaha untuk memantapkan posisinya di suatu segmen pasar tertentu dengan penawaran yang tepat dan berusaha memenuhinya dengan berbagai cara.
Ander & Stern, dalam buku Winning at Retail, memperkenalkan teori Est, dimana mereka menegaskan pentingnya memilih suatu proposisi nilai yang ingin ditawarkan kepada konsumen oleh retailer. Teori Est diambil dari kata best, yang berarti terbaik. Dengan kata lain, sangat penting bagi retailer untuk dapat menentukan proposisi nilai yang dianggap penting oleh suatu segmen pasar yang ingin dituju, dan memposisikan diri sesuai dengan proposisi nilai tersebut. Akan lebih baik bagi retailer untuk bersaing dengan suatu positioning tertentu di suatu segmen pasar tertentu dibandingkan harus bersaing untuk menjadi yang terbaik dalam segala hal di segala segmen. Retailer-retailer yang terlalu memaksakan diri menjadi yang terbaik dalam segala hal harus mewaspadai ancaman Retail Black Hole.
Mengikuti definisi awal dari black hole, yang merupakan suatu tempat di angkasa yang memiliki gaya tarik gravitasi yang sangat besar sehingga seluruh benda yang ada di dekatnya tertarik masuk, Retail Black Hole digunakan untuk menjelaskan suatu tempat dimana retailer-retailer yang tidak lagi relevan bagi konsumen berakhir atau gagal. Dengan kata lain, Retail Black Hole berisi retailer-retailer yang gagal menjadi retailer terbaik untuk konsumen yang mencari kebutuhan mereka yang spesifik. Dan sama dengan benda-benda yang sudah masuk ke black hole, retailer yang masuk ke Retail Black Hole mustahil untuk keluar.
Untuk menghindari Retail Black Hole inilah, retailer harus dapat menjadi yang terbaik. Apalagi dengan tersedianya berbagai pilihan retailer bagi konsumen, hanya yang terbaiklah yang akan sukses dan bertahan. Retailer dapat memilih untuk menjadi yang terbaik dalam berbagai hal, seperti Cheap-est (terbaik dalam penawaran harga), Big-est (terbaik dalam pilihan produk), Hot-est (terbaik dalam hal mode), Easy-est (terbaik dalam pelayanan yang berorientasi solusi), dan Quick-est (terbaik dalam hal kecepatan pembelian).
Cheap-est (Terbaik dalam Penawaran Harga)
Carrefour salah satu jaringan hypermarket besar merupakan salah satu yang berhasil memposisikan diri sebagai retailer yang Cheap-est (terbaik dalam penawaran harga). Meski tidak ada yang tahu pasti apakah harga di Carrefour memang lebih murah dibandingkan dengan harga di hypermarket lain, Carrefour sangat berhasil membentuk persepsi sebagai yang termurah dengan tetap mempertahankan image kualitas. Carrefour menegaskan bahwa ia menawarkan produk paling murah, bahkan sampai menjanjikan untuk mengembalikan selisih harga apabila menemukan harga yang lebih murah. Carrefour juga tidak ragu untuk kembali menegaskan posisinya sebagai hypermarket paling murah dengan program BBM (Benar-benar Murah).
Retailer yang memilih proposisi Cheap-est berarti berkomitmen memberikan penawaran harga yang lebih murah dibandingkan dengan pesaing lain secara terus menerus. Menjadi yang terbaik dalam penawaran harga, atau singkat kata menjadi yang termurah, merupakan posisi yang paling mudah untuk ditanamkan kepada konsumen karena harga dengan mudah dapat dibandingkan. Selain itu, harga merupakan suatu hal yang penting bagi sebagian besar konsumen.
Namun, retailer yang memutuskan untuk bersaing menjadi retailer terbaik dalam hal penawaran harga, harus siap dengan segala konsekuensinya. Pertama, posisi sebagai retailer paling murah memang sangat mudah untuk dibuktikan kepada konsumen karena harga merupakan sesuatu yang nyata yang dapat dibandingkan, namun di lain sisi sulit dipertahankan karena retailer lain dapat dengan mudah menawarkan harga yang lebih rendah. Apabila kondisi demikian terus berlanjut, retailer yang bersaing untuk menjadi yang termurah harus siap untuk menghadapi perang harga.
Selain itu, retailer juga harus menyadari bahwa harga murah harus didukung dengan sistem operasional berbiaya rendah. Mulai dari rantai pasok, operasional toko, sampai masalah administrasi pendukung harus berbiaya rendah. Karena menjadi yang termurah akan secara otomatis mengurangi margin pendapatan retailer sehingga tanpa pengurangan biaya strategi ini tidak akan berhasil.
Bagi sebagian retailer, menjadi yang termurah menjadi sesuatu yang tabu. Image murah sangat dekat dengan murahan atau kualitas rendah sehingga untuk menyiasatinya terkadang retailer menggunakan istilah nilai untuk menggantikan harga, dan mengomunikasikan dirinya sebagai retailer yang menyediakan nilai terbaik untuk menggantikan harga termurah. Padahal yang dimaksud dengan murah adalah penawaran harga yang berada di bawah nilai sesungguhnya atau dapat diperoleh dengan harga yang lebih rendah. Jadi, untuk menjadi yang termurah, retailer harus dapat membuktikan bahwa dirinya memberikan penawaran yang paling murah dibandingkan dengan retailer lain untuk barang dengan kualitas sama, sehingga memang memberikan nilai terbaik untuk konsumen.
Big-est (Terbaik dalam Pilihan Produk)
Strategi Est lain yang mudah untuk dibuktikan adalah Big-est, yaitu terbaik dalam menyediakan variasi pilihan produk untuk konsumen. Menjadi Big-est, yang terbaik dalam pilihan produk, bukan berarti harus menjadi retailer yang paling besar dengan beragam penawaran produk. Tujuan strategi Est ini adalah untuk menjadi yang terbaik dalam suatu hal untuk suatu segmen tertentu, sehingga strategi Big-est pun memiliki definisi menyediakan berbagai pilihan produk-produk pilihan yang spesifik bagi konsumen, misalnya menyediakan variasi produk-produk olahraga, variasi produk mainan, variasi produk alat rumah tangga, dan sebagainya.
Menjadi retailer terbaik dalam pilihan produk tidak hanya berarti memiliki paling banyak jenis produk, karena pilihan produk yang salah justru akan menjadi pemicu kegagalan. Retailer harus dapat mengklasifikasikan produk-produk apa yang akan dijual dan dalam level persediaan berapa. Retailer tetap harus memperhitungkan biaya operasional dan persediaan, sehingga perhitungan perputaran produk harus benar-benar diperhatikan dengan teliti.
Selain itu, sebelum memutuskan untuk menjadi retailer terbaik dalam pilihan produk, retailer harus mempertimbangkan ukuran dari kategori pasar yang diambil dan potensi persaingan dalam hal harga pada kategori tersebut.
Salah satu contoh retailer yang memposisikan diri menjadi yang terbaik dalam pilihan produk adalah Gramedia, yang memposisikan diri sebagai toko buku yang lengkap untuk konsumen, mulai dari buku pelajaran, fiksi, dan berbagai kategori buku lain. Selain buku, Gramedia juga melengkapi tokonya dengan alat tulis dan berbagai perlengkapan lain untuk mendukung aktivitas kerja atau belajar konsumen.
Hot-est (Terbaik dalam Mode)
Retailer yang Hot-est, terbaik dalam hal mode, bukan semata-mata retailer yang menjual mode dan gaya dari desainer-desainer terkenal. Yang dimaksud dengan retailer yang Hot-est adalah retailer yang selalu menyediakan produk yang diminati oleh konsumen begitu produk itu menjadi trend dan konsumen mencari produk itu secara massal. Retailer yang Hot-est juga dapat diartikan sebagai retailer yang berhasil membentuk suatu trend baru bagi konsumen.
Posisi sebagai Hot-est ini merupakan posisi yang paling sulit untuk dicapai, karena terkadang dipengaruhi oleh faktor-faktor emosional dari konsumen dan sangat bergantung pada ketepatan waktu untuk membaca trend.
Kecepatan dalam bereaksi terhadap trend sangat mempengaruhi keberhasilan retailer untuk menjadi Hot-est. Retailer harus responsif terhadap trend dan bertindak dengan cepat sebelum trend berubah. Karena trend dan perilaku konsumen memang selalu berubah-ubah, sangat sulit bagi retailer untuk mempertahankan posisi ini.
Easy-est (Terbaik dalam Pelayanan yang Berorientasi Solusi)
Selain menjadi yang terbaik dalam harga, pilihan produk, dan mode, retailer juga dapat memilih untuk menjadi yang terbaik dalam pelayanan. Definisi terbaik dalam pelayanan bagi konsumen adalah retailer yang mengetahui apa yang dibutuhkan konsumen dan menyediakannya; retailer yang membantu konsumen untuk mendapatkan produk yang dibutuhkannya dengan mudah dan cepat; serta retailer yang memberikan informasi-informasi yang menjawab segala pertanyaan konsumen dan membantu konsumen dalam membuat keputusan pembelian.
Karena definisi yang begitu luas, retailer yang terbaik dalam pelayanan dibagi menjadi retailer yang Easy-est yaitu terbaik dalam pelayanan yang berorientasi solusi, atau Quick-est terbaik dalam kecepatan pelayanan.
Jadi, secara sederhana, retailer yang Easy-est adalah retailer yang memberikan solusi kepada konsumen untuk menyelesaikan masalahnya. Beberapa konsumen pergi berbelanja untuk mendapatkan informasi dan ide-ide terhadap produk dan jasa yang mereka butuhkan, dan retailer yang Easy-est menyediakannya untuk mereka. Solusi yang ditawarkan dapat berupa masukan terhadap produk atau jasa yang sesuai, memberikan ide-ide untuk konsumen, meyakinkan konsumen terhadap pilihannya, atau sekedar memberikan informasi untuk memudahkan konsumen memahami alternatif pilihan yang ia miliki dan dapat melakukan keputusan pembelian dengan tepat.
Proposisi nilai sebagai Easy-est, merupakan yang paling sulit untuk dilakukan, karena lebih kompleks, harus mempertimbangkan seluruh pengalaman konsumen selama melakukan pembelian. Bila Cheap-est adalah menyediakan produk paling murah, Big-est menyediakan variasi produk paling banyak, dan Hot-est menyediakan produk paling mutakhir, maka Easy-est menyediakan pengalaman berbelanja yang paling ideal bagi konsumen.
Misalnya, Ace Hardware, toko penyedia kebutuhan dan perlengkapan rumah untuk konsumen individu, memiliki tenaga penjualan yang dilatih dengan baik sehingga dapat memberikan informasi yang jelas kepada konsumen mengenai berbagai pilihan produk. Dengan menarget konsumen individu yang ingin membeli perlengkapan rumah sendiri, Ace sadar bahwa ia harus menyediakan asistensi kepada konsumen selama konsumen melakukan pemilihan produk. Konsumen yang datang dapat langsung menuju kategori produk yang dibutuhkan dan menemukan tenaga penjualan yang siap membantu dan mencontohkan penggunaan produk, serta menjelaskan kelebihan-kelebihan berbagai alternatif produk. Bahkan di beberapa outlet, disediakan layanan khusus untuk konsultasi perlengkapan dan desain rumah untuk membantu konsumen melakukan pemilihan produk.
Quick-est (Terbaik dalam Kecepatan Pembelian)
Berbagai restoran cepat saji sempat menjamur karena mereka menawarkan kecepatan untuk konsumen dalam penyediaan makanan. Alur konsumen masuk sampai keluar begitu diperhatikan sehingga konsumen merasakan kemudahan dalam setiap prosesnya. Mulai dari meja tempat pemesanan dimana konsumen bisa melakukan pemesanan sekaligus pembayaran, detail informasi makanan yang dijual, serta paket-paket makanan yang memudahkan konsumen untuk memilih. Retailer yang Quick-est adalah retailer yang dapat menyediakan pelayanan yang cepat dalam proses pembelian seperti restoran cepat saji.
Berbeda dengan Easy-est, strategi Quick-est hanya fokus pada waktu dan kecepatan pelayanan. Untuk mencapai kecepatan dalam pelayanan, retailer perlu menyediakan outlet yang mudah dijangkau oleh konsumen dan proses yang sederhana.
Konsumen yang menginginkan kecepatan, akan memilih retailer yang lokasinya dekat. Sehingga retailer yang Quick-est harus memperhatikan pemilihan lokasi serta memiliki jaringan outlet yang luas. Lokasi yang dipilih harus nyaman, mudah untuk akses masuk dan keluarnya, dengan area parkir yang cukup dan dekat dengan outlet.
Konsumen yang menginginkan kecepatan, umumnya sudah mengetahui produk apa yang ingin dibelinya, sehingga tidak lagi ingin membuang-buang waktu di dalam outlet. Konsumen ingin dengan cepat menemukan produk yang dicarinya, dan melakukan pembayaran tanpa harus mengantri lama sehingga bisa langsung keluar dari toko. Karena itu, proses yang sederhana dengan mempertimbangkan jalur perjalanan pembelian konsumen perlu diperhatikan dengan teliti untuk mendukung strategi Easy-est ini. (Melati Astri M, MarkPlus Consulting)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar