Beberapa waktu lalu, untuk pertama kalinya, Badan Pusat Statistik
merilis hasil survei indeks kebahagiaan. Survei indeks kebahagiaan ini
merupakan inisiatif BPS sebagai usaha menangkap dinamika negara-negara
dunia.
Menarik menyimak hasil survei tersebut menempatkan Indeks Kebahagiaan
indonesia pada angka 65,11 dari skala 0-100 dimana 0 berarti sangat
tidak bahagia dan 100 berarti sangat bahagia. Artinya, berdasarkan hasil
survei ini, masyarakat indonesia ternyata cukup bahagia.
Indeks kebahagiaan ini adalah hasil survei Badan Pusat Statistik
(BPS) yang dilakukan pada tahun 2013. Dengan jumlah 10.000 rumah tangga
dilibatkan sebagai responden, terdiri dari domisili desa dan kota,
laki-laki dan perempuan, suami-istri, dan berbagai tingkat pendidikan
ataupun yang tidak pernah sekolah.
Survei Indeks Kebahagian ini mengukur 10 aspek yang meliputi
pekerjaan, pendapatan rumah tangga, kondisi rumah dan aset, pendidikan,
kesehatan, keharmonisan keluarga, hubungan sosial, ketersediaan waktu
luang, kondisi lingkungan, serta kondisi keamanan.
Bila dilihat lebih jauh, Hasil survei menyebutkan, indeks kebahagiaan
penduduk desa adalah 64,32, sedangkan penduduk kota adalah 65,92. Dari
aspek pendapatan, indeks kebahagiaan tertinggi umumnya dirasakan rumah
tangga yang berpendapatan di atas Rp 7,2 juta per bulan, yakni 74,64.
Indeks kebahagiaan terendah dirasakan rumah tangga berpendapatan
maksimal Rp 1,8 juta per bulan.
Dari aspek pendidikan, indeks kebahagiaan tertinggi dirasakan tamatan
S-2 dan S-3, yakni 75,58. Terendah adalah yang tidak pernah sekolah,
yakni 61,69. Dari kelompok umur, indeks kebahagiaan tertinggi dirasakan
kelompok 17-24 tahun. Terendah adalah kelompok 65 tahun ke atas.
Dari status perkawinan, indeks kebahagiaan tertinggi dirasakan mereka
yang menikah, yakni 65,31. Terendah dirasakan mereka yang cerai hidup.
Indeks kebahagiaan pada rumah tangga yang terdiri atas empat orang
adalah yang tertinggi, yakni 65,90. Terendah adalah yang lajang, yakni
62,32.
Sebagai survei yang baru pertama kali di lakukan di Indonesia, dengan
hasil tersebut kita perlu cukup bangga karena tingkat kebahagiaan orang
Indonesia ternyata di atas 50 persen. Lebih dari itu, ukuran
kebahagiaan itu tidak semata-mata diukur dari jumlah kekayaan atau aset,
tetapi meliputi aspek-aspek nonfinansial.
Meskipun demikian, Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS
Sasmita Hadi Wibowo menyatakan, survei indeks kebahagiaan tersebut baru
pertama kali dilakukan BPS. Dengan demikian, masih belum solid secara
metodologi, meskipun indeks tersebut tidak hanya memasukan unsur
ekonomi, tetapi juga unsur sosial di dalamnya.
Di era 3.0 seperti saat ini, pemasaran menjadi semakin kompleks. Hal
ini dikarenakan semakin horizontalnya pasar akibat perkembangan
komunikasi dan teknologi dan membuat pelanggan tidak hanya melihat suatu
produk berdasarkan pemuasan kebutuhan ataupun nilai dari produk
tersebut, tetapi juga melihat pengaruh produk tersebut dalam kehidupan
yang lebih luas. Dengan semakin pintarnya pasar, pemasar harus memenuhi
kebutuhan Mind, Heart, dan Spirit dari pasar tersebut.
Fokus dari pasar tidak lagi kepada needs and wants terhadap sebuah produk, atau pun sudah tidak pula kepada Perceptions and expectations pelanggan terhadap pengalaman memperoleh layanan terhadap produk, tetapi pelanggan membutuhkan untuk dimengerti akan anxieties and desires mereka dalam kehidupannya.
Kembali kepada hasil survei BPS, Kebahagiaan dapat kita masukan kedalam aspek yang menjadi anxieties and desires
dari semua orang. Dengan hasil survei dari BPS tersebut, terlepas dari
ketepatan metodologi dan indikator pengukuran, sekiranya hasil survei
tersebut bisa dijadikan indikasi bagi pemasar dalam melihat aspek kebahagiaan sebagai unsur human spirit dari pasar yang perlu dipenuhi.
Penulis: Rizki Yuli Adriyan, Senior Research Executive MarkPlus Insight
Tidak ada komentar:
Posting Komentar