Salah satu jargon kuat dalam dunia penjualan adalah harus bisa
menjual es kepada orang di kutub utara. Hal ini mengindikasikan seorang
tenaga penjual harus punya kemampuan komunikasi yang baik dan menjual
sebanyak-banyaknya produk kepada sebanyak-banyaknya konsumen.
Namun apakah hal tersebut masih tetap relevan dengan kondisi saat ini? Menurut Hermawan Kartajaya, banyak sales force
yang terjebak pada target penjualan saja tanpa mau memahami kebutuhan
dan keinginan konsumen. "Sales yang baik harus bisa menjaga dan
mengembangkan hubungan jangka panjang dengan konsumen, bukan sekedar
mencapai target." Demikian disampaikan oleh Hermawan dalam sesi workshop bertema "The New Strategic Sales Management" di Philip Kotler Theatre, MarkPlus Main Campus, Jakarta (10/2/2014).
Ia mengungkapkan ketidaksetujuannya untuk menggunakan jargon tersebut
dalam konteks penjualan. Seorang tenaga penjual harus mengerti hasrat
dan kekhawatiran konsumen. Menjual es ke orang di kutub utara bisa saja
dilakukan. Namun, ketika barang sudah sampai ke konsumen, mereka bisa
jadi kecewa karena "dirayu" untuk membeli barang yang tidak mereka
butuhkan.
Hal itu akan menjadi bumerang tidak hanya bagi salesman, namun juga
bagi merek yang dijual. "Ada cerita menarik. Seorang penjual produk
asuransi nomor satu di Singapura, ketika berkunjung ke Indonesia hanya
mengunjungi klien-klien lamanya. Padalah, komisi paling besar didapat
kalau bisa merekrut klien baru. Ia menjawab bahwa melalui hubungan baik
dengan konsumen lamanya, salesman tersebut lebih mudah mendapat klien baru. Referral adalah kuncinya," ujar Hermawan.
Kepercayaan konsumen adalah hal utama dalam dunia penjualan.
Ketidakpercayaan dan bahkan ketidaksukaan konsumen terhadap produk bisa
jadi diakibatkan sales force yang terlalu mamaksa penjualan tanpa mau memahami kebutuhan sang konsumen. OIeh karena itu, salesman perlu mengetahui segmen yang tepat dengan produk mereka sebelum mulai menjualnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar