Mungkin Anda pernah memiliki pengalaman mengesankan saat berbelanja
di sebuah outlet maupun restoran. Bukan lantaran situasi atau ambience toko maupun restonya yang bersih dan nyaman, tapi oleh cara para pengelola outlet tersebut melayani Anda.
Cara orang melayani bisa menjadi bagian dari diferensiasi sebuah toko
untuk membedakan dengan toko yang menjual produk serupa. Seperti yang
sudah pernah ditulis sebelumnya di Rubrik Manifesto ini, diferensiasi
dipahami sebagai proses mengintegrasikan konten (what to offer), konteks (how to offer), dan infrastruktur (enabler). Nah, cara orang melayani menjadi wujud dari how to offer produk kepada pelanggannya.
Banyak orang mengaku betah untuk berlama-lama di sebuah restoran.
Faktornya bukan sekadar tempatnya yang nyaman untuk bersantai, tapi
pelayanan dari para pramusaji yang mengesankan. Tak jarang, banyak
restoran bagus, tetapi pelayanan yang kaku dan kurang baik membuat orang
tidak jenak berada di dalamnya. Sebaliknya, pramusaji yang paham benar
apa yang menjadi kegelisahan dan harapan dari tamunya, akan membuat
tamunya betah berada di dalamnya. Hal utama karena tamu tersebut merasa
“diuwongke” (diperlakukan sebagai manusia – red). Tamu diberi kebebasan
dan tak merasa diawasi.
Ada kisah menarik tentang seorang pramusaji bernama Cora Griffith.
Sosoknya cukup terkenal dan selalu disebut-sebut sebagai contoh
pramusaji yang layak diteladani dalam upaya membangun layanan terbaik
kepada para tamu. Kisah Cora ini juga menjadi contoh dalam bahasan
layanan di resto dalam buku “Pemasaran Jasa. Manusia, Teknologi, Strategi” yang ditulis oleh Christopher Lovelock, Jochen Wirtz, dan Jacky Mussry (Erlangga, 2010).
Menurut buku tersebut, sosok Cora dikenal sebagai seorang pramusaji
di Orchad Café di Paper Alley Hotel, Appleton, Wisconson. Dia terkenal
karena keluwesannya dalam melayani tamu. Ia menjadi sosok yang
senantiasa diapresiasi oleh pelanggan lama, pelanggan baru, dan juga
dikagumi oleh rekan kerjanya. Cora sendiri mengaku senang dan memiliki passion tinggi pada apa yang ia lakukan.
Ada sembilan cara mencapai kesuksesan dalam pelayanan yang selama ini diyakini oleh Cora. Sembilan hal tersebut sebagai berikut:
1# Memperlakukan pelanggan seperti keluarga
Inti dari sikap ini adalah memperlakukan setiap pelanggan – khususnya
pelanggan baru – bukan sebagai orang asing. Perlakuan pada setiap tamu
sebaiknya personal. Misalnya, dengan menyebut nama, memberikan senyuman,
mengajak mereka mengobrol, dan sebagainya. “Saya ingin memperlakukan
semua tamu yang ada di restoran ini sebagai tamu yang sedang makan di
sebuah pesta di rumah saya sendiri. Sebab itu, saya harus memperlakukan
mereka sebaik mungkin agar mereka bisa nyaman dan menikmati apa yang
mereka makan dan minum,” kata Cora.
2# Mendengarkan pelanggan lebih dahulu
Cora senantiasa mendengarkan apa yang menjadi kebutuhan para tamunya.
Ia tidak buru-buru menyodorkan menu makan. Ia ingin memahami lebih
dahulu apa yang dibutuhkan pelanggan, apakah mau menu diet atau biasa,
pilihan cara memasak, dan sebagainya.
3# Mengantisipasi keinginan pelanggan
Dengan banyak mendengarkan pelanggannya, Cora tahu lebih banyak
setiap kebutuhan pelanggannya. Cora tidak perlu bertanya berulang kali
pada apa yang dibutuhkan pelanggan. Cora menuangkan kembali menimuman
dan menyajikan roti mentega ekstra pada saat yang tepat. “Saya tidak
ingin pelanggan meminta segala sesuatunya. Jadi, saya berupaya
mengantisipasi keinginan mereka,” ujar Cora.
#4 Memperhatikan detail dan hal sederhana
Cora mengedepankan detail dalam mengatur rincian layanan, mengawasi
kebersihan perkakas, dan mengatur penempatan perkakas tersebut secara
tepat. Cora berprinsip lipatan serbet harus tepat. Cora selalu
memeriksa setiap piring sebelum disajikan di atas meja pelanggan. “Kita
harus memperhatikan hal-hal kecil yang bisa menyenangkan pelanggan,”
ujar Cora.
#5 Bekerja secara cerdas
Cora senantiasa bekerja sambil terus memikirkan apa yang harus
dilakukan untuk layanan terbaik kepada para tamunya. Cora tidak mau
melakukan pekerjaan satu per satu. Cora mengusung prinsip multitasking.
Apa saja yang bisa dikerjakan saat ini, ia akan kerjakan dengan cermat
dan cepat. “Jangan pernah keluar dari dapur dengan tangan kosong.
Bawalah sesuatu sebagai bagian dari pekerjaan,” ujar Cora.
#6 Belajar tiada henti
Cora tidak pernah merasa berpuas diri. Cora bersikap rendah hati
untuk selalu menerima masukan dan informasi baru. Cora selalu
mempelajari banyak hal untuk bisa menjadikan dirinya lebih bermakna bagi
para pelanggan dan timnya.
#7 Keberhasilan adalah di mana Anda menemukannya
Cora menyukai apa yang menjadi pekerjaannya. Ia menemukan kepuasan
batin dalam setiap pekerjaan yang ia lakukan untuk pelanggan. Ia pun
menikmati bisa membantu orang lain. Sikap positif Cora ternyata mampu
memberika aura positif di lingkungan kerjanya. Ketika lingkungan kerja
positif, pelanggan pun merasakan aura kenyamanan di restoran tersebut.
#8 Semua untuk satu, satu untuk semua
Dalam bekerja, Cora menghayati semangat “Three Musketeers”, yakni semua untuk satu dan satu untuk semua. Inilah semangat team work
yang dilakoni oleh Cora. Dengan semangat ini, Cora ringan tangan untuk
membantu pekerjaan karyawan lain demi satu tujuan, yakni demi kebaikan
pelanggan dan kebaikan bersama perusahaan tempat ia bekerja.
#9 Bangga pada pekerjaan Anda
Bagi Cora, pramusaji bukanlah pekerjaan kelas dua atau pekerjaan
rendahan. Menjadi pramusaji adalah pilihan sadarnya. “Saya tidak
menganggap diri saya sebagai hanya seorang pramusaji. Saya telah memilih
untuk menjadi pramusaji. Saya melakukannya dengan sepenuh hati dan
dengan upaya terbaik,” ujar Cora.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar