Dalam kisah sebelumnya,
Audi berhasil mencapai impian semua orang dengan penghasilan raksasa
per bulannya sehingga ia punya hak membuka agensi sendiri. Di sini Audi
membagi pengalamannya dulu kepada junior-junior di bawahnya dengan
tujuan tidak hanya finansial semata tapi juga berbagi kebaikan.
"Yang saya lakukan adalah tidak melatih mereka untuk menjadi seorang
agen asuransi, tetapi ingin mencetak business owner melalui mekanisme
asuransi," tegasnya. Konsep pendekatan nasabah sebagai teman
diturunkannya kepada agen lainnya agar mereka tidak asal kejar target.
Yang ditekankan adalah bagaimana caranya agar calon nasabah tidak
mendapatkan paksaan, melainkan mendapatkan pengetahuan mengenai
bagaimana cara mengelola keuangan sesuai kebutuhan masing-masing.
Ujungnya, ada kesadaran betapa pentingnya menabung dari awal serta
proteksi dalam kehidupannya sehingga nasabah tahu betul produk yang
dibelinya.
Di sisi lain, dia juga menekankan kepada para agen bahwa tidak semua
orang mau menjadi nasabah. Sehingga, tenaga penjual harus siap ketika
ditolak, bahkan dimaki orang lain. Mindset alias cara berpikir para agen
ini diubah agar tidak mengejar target komisi. Pasalnya, Audi yakin
dengan mindset komisi, tenaga penjual tidak akan tulus ketika mendatangi
calon nasabahnya, lain halnya jika sebagai financial planner.
Sedangkan ketika berjualan, Audy meminta agar agen bercerita dan
melakukan sharing. Disyukuri jika diterima —apalagi jika menjadi
nasabah—, dan menerima jika ternyata ditolak. Audi menganggap, dengan
bercerita kepada 10 calon nasabah, artinya 10 kebaikan sudah dilakukan
dalam satu hari. Dengan dididik seperti itu, agen memiliki mentalitas
kuat.
"Saya tidak menekankan target karena hanya membuat mereka pusing.
Sebagai contoh, ketika bertemu dengan nasabah berusia 25 tahun,
anggaplah mereka sebagai sahabat. Umur lebih tua anggap sebagai kakak.
Di atas 50 tahun, anggap seperti orang tua, cium tangan mereka, sesekali
dibelikan makanan. Tidak mahal, namun justru bisa mendatangkan big
fish," ujarnya.
Nah, untuk merekrut agen yang mumpuni, Audy pun tidaklah sembarangan.
Perlu proses wawancara untuk mengetahui seperti apa latar belakang
calon agen, mulai dari ibu rumah tangga, pensiunan, hingga mahasiswa
yang baru lulus. Selanjutnya, mereka akan diberi pelatihan spesial agar
kelak menjadi agen berkualitas.
Klasifikasi agen kemudian dibagi dua, mereka yang memiliki pasar dan
tidak. Biasanya agen baru memiliki status sebagai agen tidak ber-market.
Karenanya, mereka diberi kemampuan door to door, menyisir suatu daerah,
dan bercerita ke sekitar 20 orang per hari. Mayoritas daerah yang
disasar adalah pasar dan ruko. Sedangkan agen yang telah memiliki market
akan dibekali skill untuk menggaet pasar menengah atas, semisal
keahlian memainkan bahasa tubuh.
Berbekal kemampuan itu, Audy pun berhasil menjalani kariernya sebagai
agen Prudential Indonesia. Dan, segala prestasi itu membuktikan bahwa
keputusannya meninggalkan karier sebagai seorang pegawai bank tidaklah
salah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar