Tidak jarang kesialan mendatangi saat kondisi bisnis
sedang bagus-bagusnya. Situasi yang tadinya tenang berubah menjadi badai
hanya dalam hitungan jam. Apa yang bisa kita lakukan untuk membalikkan
keadaan?
Situasi krisis tidak pernah mudah untuk dilalui. Baik itu krisis
karena faktor internal, maupun krisis karena faktor eksternal. Simak
penuturan Selena Cuffe, Presiden & CEO Heritage Link Brand, yang
berbagi pengalamannya dalam menyelamatkan perusahaannya dari
kebangkrutan, dikutip dari Inc (29/01/2013):
Saya belum pernah bertemu seorang pebisnis yang belum pernah bertanya
pada dirinya sendiri dengan pertanyaan-pertanyaan seperti: “Apa yang
sedang saya lakukan ini?” atau “Bagaimana saya bisa terjebak dalam
situasi ini?” Menurut riset SBA (United States Small Business
Administration), hanya ada 33 persen bisnis yang mampu bertahan lebih
dari 10 tahun, berarti sisanya sebanyak 77 persen tidak bisa mencapai
ulang tahunnya yang ke-10. Terkadang orang mungkin bertanya-tanya: Jika
kemungkinan tersebut terjadi pada saya, lalu untuk apa saya terus
berusaha mencoba menghidupkan bisnis saya?
Pada ulang tahun perusahaan saya, Heritage Link Brand, yang kelima,
program pemasaran terbesar kami tidak memberikan hasil yang diharapkan.
Pasalnya, hanya beberapa minggu sebelum program tersebut dimulai, klien
yang bermitra dengan kami untuk program pemasaran tersebut memutuskan
untuk merumahkan 2.000 karyawannya. Hal tersebut berimbas negatif pada
kemampuan mereka untuk melaksanakan program yang sudah menghabiskan
berbulan-bulan usaha yang tak kenal untuk mengeksekusinya ini.
Malamnya, saya dan suami saya hanya memegang sekantung cadangan modal
senilai ratusan ribu dolar, dan tidak tahu dengan apa kami akan
membayar para pemasok dan staf kami. Malam itu, pillow talk kami
habiskan dengan membahas bagaimana kami bisa melakukan terobosan
permodalan untuk menutup pengeluaran harian seperti KPR, perawatan dua
anak kami, dan pinjaman pendidikan. Benar-benar masa yang brutal!
Syukurlah semuanya berakhir dengan baik, dan perusahaan kami jadi
lebih kuat karena pengalaman tersebut. Tapi percayalah kalau saya
mengatakan hal itu sungguh-sungguh sulit.
Belajar dari permasalahan yang sempat saya alami tadi, berikut ini
adalah beberapa tips tentang bagaimana caranya perusahaan kami
memutuskan untuk percaya pada diri kami sendiri untuk “tahu kapan harus
bertahan, dan tahu kapan harus gulung tikar:”
1. Mencari penasihat terpercaya.
Penasihat-penasihat kami (yang banyak di antaranya pernah mengalami situasi yang kami alami) melatih kami tentang bagaimana cara mengelola percakapan yang jujur tapi sulit untuk dilakukan yang harus secepatnya kami lakukan dengan para staf dan pemasok kami, segera setelah kami tahu bahwa kami takkan dapat membayar hutang tepat waktu.
Penasihat-penasihat kami (yang banyak di antaranya pernah mengalami situasi yang kami alami) melatih kami tentang bagaimana cara mengelola percakapan yang jujur tapi sulit untuk dilakukan yang harus secepatnya kami lakukan dengan para staf dan pemasok kami, segera setelah kami tahu bahwa kami takkan dapat membayar hutang tepat waktu.
2. Berkomunikasi!
Sering kali hal ini membutuhkan kerendahan hati. Dalam kasus kami, kami sangat jujur pada klien kami tentang betapa serius implikasi dari tindakan (atau tidak adanya tidakan) mereka pada keuangan kami. Dari cara mereka merespon, Anda akan segera tahu bagaimana mereka menilai produk/jasa dan hubungan kerjasama Anda dengannya. Dalam kasus kami, mereka berkomitmen untuk memperbaiki program gagal tersebut. Tapi terkadang hanya masalah waktu bagi Anda untuk mengetahui apakah seorang klien layak untuk dipertahankan atau disingkirkan.
Sering kali hal ini membutuhkan kerendahan hati. Dalam kasus kami, kami sangat jujur pada klien kami tentang betapa serius implikasi dari tindakan (atau tidak adanya tidakan) mereka pada keuangan kami. Dari cara mereka merespon, Anda akan segera tahu bagaimana mereka menilai produk/jasa dan hubungan kerjasama Anda dengannya. Dalam kasus kami, mereka berkomitmen untuk memperbaiki program gagal tersebut. Tapi terkadang hanya masalah waktu bagi Anda untuk mengetahui apakah seorang klien layak untuk dipertahankan atau disingkirkan.
3. Menggesek kartu kredit.
Ya, saya tahu ini terdengar menyalahi intuisi, tetapi sebagai akibat dari krisis ekonomi Amerika, kita tahu peluang mendapatkan pinjaman konvensional menjadi suram. Sementara ada instrumen keuangan lain yang bisa kita eksplorasi. Namun suku bunga mereka lebih tinggi dari kita yang kita harapkan dan tidak semenarik kartu kredit konsumsi bunga rendah yang saya dan suami miliki.
Ya, saya tahu ini terdengar menyalahi intuisi, tetapi sebagai akibat dari krisis ekonomi Amerika, kita tahu peluang mendapatkan pinjaman konvensional menjadi suram. Sementara ada instrumen keuangan lain yang bisa kita eksplorasi. Namun suku bunga mereka lebih tinggi dari kita yang kita harapkan dan tidak semenarik kartu kredit konsumsi bunga rendah yang saya dan suami miliki.
4. Bertindak cepat, sesulit apapun pilihannya.
Tidak pernah mudah untuk memecat orang, terutama ketika Anda menyadari betapa dalam dampak yang akan dirasakan oleh organisasi Anda. Namun Anda harus siap untuk kemungkinan apa pun demi keberlanjutan bisnis Anda. Jika Anda tidak segera mengambil tindakan tegas (misalnya menjadi lebih efisien ketika biaya pengeluaran membengkak melebihi pemasukan ), hal tersebut akan mendatangkan kerugian bagi perusahaan Anda.
Tidak pernah mudah untuk memecat orang, terutama ketika Anda menyadari betapa dalam dampak yang akan dirasakan oleh organisasi Anda. Namun Anda harus siap untuk kemungkinan apa pun demi keberlanjutan bisnis Anda. Jika Anda tidak segera mengambil tindakan tegas (misalnya menjadi lebih efisien ketika biaya pengeluaran membengkak melebihi pemasukan ), hal tersebut akan mendatangkan kerugian bagi perusahaan Anda.
5. Keluarkan passion Anda.
Belum pernah saya mendengar menjadi pebisnis adalah hal yang mudah. Bahkan mungkin Anda sudah tahu seberapa sulitnya sebelum Anda mengalaminya. Jadi buatlah sebuah daftar “mengapa” tepatnya Anda memutuskan untuk terjun berwirausaha, dan lihat apakah alasan-alasan tersebut masih berlaku sampai saat ini. Setiap pengusaha-pengusaha hebat yang saya kenal umumnya berhasil mengasah dua skill (keterampilan) yang sulit dikuasai:1) kemampuan untuk menggeser sebuah gunung untuk menyelamatkan bisnis mereka, dan 2) kemampuan untuk berpindah dari sebuah bisnis di mana mereka sudah tidak lagi bergairah. Passion dapat menyelamatkan bisnis yang menurut orang lain sudah tidak punya peluang hidup, seperti halnya kasih sayang dapat menyelamatkan seorang pengusaha yang memaksa dirinya untuk tetap bertahan dengan bisnisnya, bahkan setelah mereka menyadari bahwa hal tersebut bukanlah keputusan terbaik.
Belum pernah saya mendengar menjadi pebisnis adalah hal yang mudah. Bahkan mungkin Anda sudah tahu seberapa sulitnya sebelum Anda mengalaminya. Jadi buatlah sebuah daftar “mengapa” tepatnya Anda memutuskan untuk terjun berwirausaha, dan lihat apakah alasan-alasan tersebut masih berlaku sampai saat ini. Setiap pengusaha-pengusaha hebat yang saya kenal umumnya berhasil mengasah dua skill (keterampilan) yang sulit dikuasai:1) kemampuan untuk menggeser sebuah gunung untuk menyelamatkan bisnis mereka, dan 2) kemampuan untuk berpindah dari sebuah bisnis di mana mereka sudah tidak lagi bergairah. Passion dapat menyelamatkan bisnis yang menurut orang lain sudah tidak punya peluang hidup, seperti halnya kasih sayang dapat menyelamatkan seorang pengusaha yang memaksa dirinya untuk tetap bertahan dengan bisnisnya, bahkan setelah mereka menyadari bahwa hal tersebut bukanlah keputusan terbaik.
Selena Cuffe adalah Presiden & CEO Heritage
Link Brand. Sebelumnya, Selena menjabat sebagai pemasar untuk Council on
International Educational Exchange dan perusahaan Procter & Gamble.
Sumber: http://bisnisnesia.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar