marketing.co.id
– Di benak semua orang, kesuksesan seseorang biasanya diukur dari sisi
finansial. Kalau Anda sukses dan punya uang banyak, Anda barangkali akan
membeli barang yang tidak mudah dimiliki oleh setiap orang.
Barang-barang tersebut menjadi lambang kesuksesan yang tentunya layak
dipamerkan.
Dalam sebuah kelompok masyarakat, biasanya memang terdapat simbol-simbol yang menunjukkan kesuksesan seseorang. Berlian, fashion, mobil, gadget, dan kondominium adalah produk yang bisa menjadi simbol sukses. Umumnya memang produk-produk premium yang dijadikan ukuran. Di negara-negara yang sudah sangat maju, kapal pesiar dan jet pribadi adalah simbol lain yang menunjukkan kesuksesan.
Dari semua simbol, mobil adalah bentuk yang paling mudah dan paling banyak dijadikan ukuran. Semakin mahal mobilnya, maka orang tersebut terlihat semakin sukses. Padahal, harga jual kembali mobil yang mahal justru sering kali lebih turun ketimbang mobil menengah ke bawah. Namun image mereklah yang membuat mobil tersebut tampak mewah. Wajar saja harga jualnya jatuh karena untuk orang-orang kaya, harga jual kembali bukanlah faktor terpenting.
Simbol-simbol sukses pun ternyata ada masanya. Pada zaman dulu, kesuksesan diukur dari jumlah dan jenis ternak yang dimiliki. Sapi adalah simbol sukses seseorang. Semakin maju ekonomi, simbol sukses juga berubah. Dalam masyarakat yang ekonominya masih lemah seperti petani, motor sudah dijadikan ukuran kesuksesan, karena orang lain mungkin masih banyak yang menggunakan sepeda. Dengan semakin tingginya kesejahteraan masyarakat, konsumen selalu mencari-cari simbol sukses baru pada produk lain.
Di Indonesia, dua contoh produk yang dulu menjadi tren simbol sukses oleh orang awam adalah Nokia Communicator dan Toyota Alphard. Dulu, kalau sudah menggenggam Nokia Communicator terbaru, kita lebih terlihat sebagai karyawan yang sukses. Ada beberapa perusahaan yang sampai mengganti semua handphone para direksinya dengan Nokia Communicator baru. Ini dilakukan untuk “jaim” (jaga image). Jangan sampai bos tampak kalah keren dengan manajernya. Kalau orang melihat direksi perusahaan menggunakan handphone model lama, itu artinya usahanya lagi “seret”.
Begitu pula, jika seseorang sudah memakai Toyota Alphard, maka dia bisa tergolong orang yang sukses. Mungkin karena banyak artis yang menggunakannya, maka orang kaya pun harus memakai mobil yang sama supaya terlihat glamor. Itulah sebabnya Alphard menjadi simbol kesuksesan.
Menjadikan produk kita sebagai simbol sukses adalah bentuk public relations yang bagus. Setiap orang pasti ingin terlihat sukses. Kalau produk kita menjadi simbol sukses, maka sebenarnya pekerjaan kita juga lebih ringan. Kita tidak perlu mengeluarkan banyak iklan untuk biaya promosi. Karena itulah merek-merek yang sangat premium cenderung memiliki biaya promosi yang sangat kecil. Selain target market-nya juga kecil, mereka sebenarnya sudah melihat bahwa pengaruh word of mouth lebih kuat ketimbang beriklan secara massal. Apakah Anda pernah lihat iklan Toyota Alphard? Lihatlah bedanya dengan mass product. Mereka harus beriklan mati-matian untuk meraih perhatian audiens. Makanya, posisikan merek Anda sebagai simbol sukses.
Pertanyaannya, apakah simbol sukses cuma monopoli produk-produk yang amat-sangat mahal? Ternyata tidak juga. Nokia Communicator bukanlah merek handphone termahal, tapi bisa menjadi tren kesuksesan. Toyota Alphard juga tidak berharga miliaran rupiah, tapi banyak yang mengangapnya lebih punya nilai sukses dibandingkan merek lain. Yang jelas, merek tersebut harus punya gengsi di mata orang yang melihatnya.
Ada banyak produk yang menampilkan orang-orang sukses di iklannya. Namun, karena produknya tidak bergengsi di mata konsumen—apalagi harganya juga bisa dijangkau oleh siapa pun, maka tidak bisa menciptakan public relations yang kuat. Untuk produk yang menjadi simbol sukses, word of mouth harus bekerja lebih kencang dibandingkan iklan yang jorjoran.
Pertanyaan kedua, apakah simbol kesuksesan secara finansial harus ditampilkan dalam bentuk materi? Mari kiat lihat sebuah survei di California, Amerika Serikat, yang menunjukkan bahwa lebih dari 70% orang di sana melihat kesehatan secara fisik sebagai lambang kesuksesan. Kalau di negara seperti di Indonesia, masih banyak yang melihat orang yang—maaf—“gendut” sebagai simbol sukses, ternyata di California sebaliknya. Fenomena ini sebenarnya juga menunjukkan bahwa angka kesejahteraan di Indonesia masih di kelompok bawah. Di negara makmur, obesitas (kegemukan) justru menjadi masalah setiap orang. Memiliki badan yang sempurna secara fisik barangkali menjadi sesuatu yang sulit dicapai. Hanya orang-orang sukses yang akhirnya bisa mencapainya.
Dari sini bisa kita simpulkan bahwa pada satu tingkat kesejahteraan tertentu, simbol sukses ternyata memang bukan terlihat dari materi, tetapi dari pola hidup. Survei ini diadakan di negara bagian California yang tergolong makmur, sehingga tidak mengherankan jika ukurannya mungkin sudah bukan materi lagi. Kesuksesan, misalnya, diukur dari bagaimana seseorang mengonsumsi kendaraan yang hemat energi ketimbang mempergunakan mobil yang boros bahan bakar. Orang dianggap lebih kaya dibandingkan yang lain dinilai dari bagaimana dia mengonsumsi barang-barang yang ramah lingkungan, sumbangannya terhadap komunitas tertentu, dan lain-lain.
Jadi, bersiap-siaplah pada saat pola hidup yang sehat dan dekat dengan lingkungan menjadi sesuatu yang begitu sulit dipenuhi di Indonesia. Produk Anda yang mengarah kepada kedua hal ini bisa menjadi sebuah simbol sukses! Masalahnya, apakah kita harus menunggu tingkat kesejahteraan kita mencapai seperti penduduk California, atau menunggu kondisi lingkungan dan kesehatan di negara kita benar-benar buruk sehingga keduanya menjadi komoditas yang hanya bisa diraih oleh orang-orang sukses?
Dalam sebuah kelompok masyarakat, biasanya memang terdapat simbol-simbol yang menunjukkan kesuksesan seseorang. Berlian, fashion, mobil, gadget, dan kondominium adalah produk yang bisa menjadi simbol sukses. Umumnya memang produk-produk premium yang dijadikan ukuran. Di negara-negara yang sudah sangat maju, kapal pesiar dan jet pribadi adalah simbol lain yang menunjukkan kesuksesan.
Dari semua simbol, mobil adalah bentuk yang paling mudah dan paling banyak dijadikan ukuran. Semakin mahal mobilnya, maka orang tersebut terlihat semakin sukses. Padahal, harga jual kembali mobil yang mahal justru sering kali lebih turun ketimbang mobil menengah ke bawah. Namun image mereklah yang membuat mobil tersebut tampak mewah. Wajar saja harga jualnya jatuh karena untuk orang-orang kaya, harga jual kembali bukanlah faktor terpenting.
Simbol-simbol sukses pun ternyata ada masanya. Pada zaman dulu, kesuksesan diukur dari jumlah dan jenis ternak yang dimiliki. Sapi adalah simbol sukses seseorang. Semakin maju ekonomi, simbol sukses juga berubah. Dalam masyarakat yang ekonominya masih lemah seperti petani, motor sudah dijadikan ukuran kesuksesan, karena orang lain mungkin masih banyak yang menggunakan sepeda. Dengan semakin tingginya kesejahteraan masyarakat, konsumen selalu mencari-cari simbol sukses baru pada produk lain.
Di Indonesia, dua contoh produk yang dulu menjadi tren simbol sukses oleh orang awam adalah Nokia Communicator dan Toyota Alphard. Dulu, kalau sudah menggenggam Nokia Communicator terbaru, kita lebih terlihat sebagai karyawan yang sukses. Ada beberapa perusahaan yang sampai mengganti semua handphone para direksinya dengan Nokia Communicator baru. Ini dilakukan untuk “jaim” (jaga image). Jangan sampai bos tampak kalah keren dengan manajernya. Kalau orang melihat direksi perusahaan menggunakan handphone model lama, itu artinya usahanya lagi “seret”.
Begitu pula, jika seseorang sudah memakai Toyota Alphard, maka dia bisa tergolong orang yang sukses. Mungkin karena banyak artis yang menggunakannya, maka orang kaya pun harus memakai mobil yang sama supaya terlihat glamor. Itulah sebabnya Alphard menjadi simbol kesuksesan.
Menjadikan produk kita sebagai simbol sukses adalah bentuk public relations yang bagus. Setiap orang pasti ingin terlihat sukses. Kalau produk kita menjadi simbol sukses, maka sebenarnya pekerjaan kita juga lebih ringan. Kita tidak perlu mengeluarkan banyak iklan untuk biaya promosi. Karena itulah merek-merek yang sangat premium cenderung memiliki biaya promosi yang sangat kecil. Selain target market-nya juga kecil, mereka sebenarnya sudah melihat bahwa pengaruh word of mouth lebih kuat ketimbang beriklan secara massal. Apakah Anda pernah lihat iklan Toyota Alphard? Lihatlah bedanya dengan mass product. Mereka harus beriklan mati-matian untuk meraih perhatian audiens. Makanya, posisikan merek Anda sebagai simbol sukses.
Pertanyaannya, apakah simbol sukses cuma monopoli produk-produk yang amat-sangat mahal? Ternyata tidak juga. Nokia Communicator bukanlah merek handphone termahal, tapi bisa menjadi tren kesuksesan. Toyota Alphard juga tidak berharga miliaran rupiah, tapi banyak yang mengangapnya lebih punya nilai sukses dibandingkan merek lain. Yang jelas, merek tersebut harus punya gengsi di mata orang yang melihatnya.
Ada banyak produk yang menampilkan orang-orang sukses di iklannya. Namun, karena produknya tidak bergengsi di mata konsumen—apalagi harganya juga bisa dijangkau oleh siapa pun, maka tidak bisa menciptakan public relations yang kuat. Untuk produk yang menjadi simbol sukses, word of mouth harus bekerja lebih kencang dibandingkan iklan yang jorjoran.
Pertanyaan kedua, apakah simbol kesuksesan secara finansial harus ditampilkan dalam bentuk materi? Mari kiat lihat sebuah survei di California, Amerika Serikat, yang menunjukkan bahwa lebih dari 70% orang di sana melihat kesehatan secara fisik sebagai lambang kesuksesan. Kalau di negara seperti di Indonesia, masih banyak yang melihat orang yang—maaf—“gendut” sebagai simbol sukses, ternyata di California sebaliknya. Fenomena ini sebenarnya juga menunjukkan bahwa angka kesejahteraan di Indonesia masih di kelompok bawah. Di negara makmur, obesitas (kegemukan) justru menjadi masalah setiap orang. Memiliki badan yang sempurna secara fisik barangkali menjadi sesuatu yang sulit dicapai. Hanya orang-orang sukses yang akhirnya bisa mencapainya.
Dari sini bisa kita simpulkan bahwa pada satu tingkat kesejahteraan tertentu, simbol sukses ternyata memang bukan terlihat dari materi, tetapi dari pola hidup. Survei ini diadakan di negara bagian California yang tergolong makmur, sehingga tidak mengherankan jika ukurannya mungkin sudah bukan materi lagi. Kesuksesan, misalnya, diukur dari bagaimana seseorang mengonsumsi kendaraan yang hemat energi ketimbang mempergunakan mobil yang boros bahan bakar. Orang dianggap lebih kaya dibandingkan yang lain dinilai dari bagaimana dia mengonsumsi barang-barang yang ramah lingkungan, sumbangannya terhadap komunitas tertentu, dan lain-lain.
Jadi, bersiap-siaplah pada saat pola hidup yang sehat dan dekat dengan lingkungan menjadi sesuatu yang begitu sulit dipenuhi di Indonesia. Produk Anda yang mengarah kepada kedua hal ini bisa menjadi sebuah simbol sukses! Masalahnya, apakah kita harus menunggu tingkat kesejahteraan kita mencapai seperti penduduk California, atau menunggu kondisi lingkungan dan kesehatan di negara kita benar-benar buruk sehingga keduanya menjadi komoditas yang hanya bisa diraih oleh orang-orang sukses?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar