Marketing.co.id – Saya Datang, Saya Membeli, Saya Mengeluh, Saya Membeli Lebih Banyak Lagi
Bahkan sebuah toko yang dikelola sangat baik pun masih bisa menerima keluhan dari pelanggannya, terkadang lebih sering dari yang lain. Risiko menerima keluhan tak bisa dihindari karena kita semua berurusan dengan manusia. Pelanggan berbeda mempunyai ekspektasi yang berbeda pula. Karena menjual adalah proses dari komunikasi, terkadang terjadi salah paham dan pelanggan tidak mendapatkan keinginan mereka.
Jadi, sementara di satu sisi kita berusaha keras meminimalisir keluhan, di sisi lain kita juga harus mempersiapkan semua staf kita untuk menghadapi keluhan yang tak mungkin dihindari.
Jika kita lihat lagi judul tulisan ini, bagi saya kata kuncinya adalah “profesional”. Setiap orang bisa menangani keluhan. Seorang SPG dengan ijazah SMU, seorang manajer dengan gelar sarjana, bahkan seorang ibu yang berjualan sayur di pasar, semuanya bisa menangani keluhan. Masalahnya, apakah mereka bisa menangani keluhan secara profesional?
Dan pertanyaannya, “Bagaimana mengukur kadar ‘profesionalitas’ itu? Dari mana kita tahu perbedaan antara keluhan yang ditangani secara profesional dengan keluhan yang ditangani secara tidak profesional?” Bagi saya, perbedaannya sangat sederhana dan sangat mudah diukur.
Jika keluhan ditangani dengan profesional:
Jawabannya sangat sederhana. Mereka harus dilatih dengan benar. Aktivitas menangani keluhan yang berasal dari pelanggan yang marah, tak puas, dan kecewa bisa jadi adalah hal yang sangat sulit. Kebanyakan karyawan tidak suka jika harus menghadapi pelanggan yang marah.
Mereka mencoba untuk sopan, bersikap profesional, sabar, dan melakukan yang terbaik menurut yang mereka tahu. Itu adalah hal yang bagus. Tapi, masalah terbesarnya adalah kebanyakan karyawan benar-benar tak mengerti caranya. Mengapa? Karena mereka tidak pernah dilatih melakukannya.
Pasti para karyawan dibekali dengan product knowledge. Mereka dilatih menjual produk ke pelanggan, menjawab setiap keberatan pelanggan, bahkan dilatih tentang hal-hal yang menyangkut prosedur perusahaan.
Tapi kenyataannya, kebanyakan karyawan, mulai dari frontliners sampai yang duduk di belakang meja, hampir semuanya tidak pernah dilatih dengan benar cara menangani pelanggan yang sedang dalam kondisi marah, tak puas, dan kecewa. Kenyataannya sebagian besar dari mereka tidak pernah dilatih agar mempunyai sikap mental yang benar untuk menghadapi pelanggan yang sedang marah, apalagi menangani keluhan secara profesional.
Jadi, apakah karyawan Anda (mulai dari frontliners sampai staf di belakang meja) sudah dilatih dengan benar untuk menangani keluhan secara profesional? Apakah mereka secara mental sudah siap? Plus, apakah mereka sudah dilatih dengan teknik pelatihan yang benar?
Berikut adalah kursus singkat menangani keluhan secara profesional, melalui tiga tahapan:
Tahap 1: Menangani Emosi
Langkah pertama adalah kita harus menangani emosi pelanggan terlebih dahulu. Pertama Anda harus bisa menenangkan si pelanggan. Dengan empati dan menempatkan diri di posisi pelanggan, Anda akan lebih mudah melakukan hal ini. Satu-satunya tujuan dalam tahap ini adalah menenangkan pelanggan.
Hindari semua tindakan defensif, selalu menjawab keluhan, atau lebih buruk lagi, meng-counter dan mendebat si pelanggan. Ini hanya akan memperparah situasi. Tahap ini sebenarnya merupakan yang paling tidak menyenangkan, dan akan dibahas lebih lanjut dalam tulisan selanjutnya.
Tahap 2: Memecahkan Masalah
Setelah situasi tenang, tahap berikutnya adalah memecahkan masalah. Tahap ini bisa jadi yang paling sulit dari proses, karena Anda bisa saja terbentur kebijakan perusahaan saat memenuhi permintaan pelanggan. Dalam kasus demikian tentu dibutuhkan tingkat kesabaran lebih serta keahlian negosiasi dan persuasi yang mumpuni. Harapannya, setelah proses tawar-menawar, si pelanggan bisa menerima solusi yang Anda tawarkan.
Tahap 3: Menghibur dan Membuat Pelanggan Gembira Kembali
Tahap ini tak kalah penting dan merupakan tahap paling menyenangkan dari keseluruhan proses penanganan keluhan. Situasinya bisa jadi sudah menyenangkan bagi si pelanggan sekaligus bagi karyawan perusahaan. Sayangnya, tahapan inilah yang paling terlewatkan dan tak pernah dilakukan kebanyakan perusahaan. Tahapan ini akan dibahas lebih lanjut pada edisi mendatang.
Menangani keluhan memang bukan pekerjaan sederhana maupun menyenangkan. Aktivitas ini memerlukan orang-orang yang benar-benar terlatih. Itulah sebab saya merasa menangani keluhan secara profesional benar-benar penting untuk diulas dalam beberapa tulisan. Kita akan melanjutkan bahasan ini dalam edisi mendatang.
Sementara ini, mulailah melatih para frontliners dan staf belakang meja Anda untuk menangani keluhan secara profesional. Tujuannya agar si pelanggan bisa berkata, “Saya datang, saya membeli, saya mengeluh, saya membeli lebih banyak lagi.”
Bahkan sebuah toko yang dikelola sangat baik pun masih bisa menerima keluhan dari pelanggannya, terkadang lebih sering dari yang lain. Risiko menerima keluhan tak bisa dihindari karena kita semua berurusan dengan manusia. Pelanggan berbeda mempunyai ekspektasi yang berbeda pula. Karena menjual adalah proses dari komunikasi, terkadang terjadi salah paham dan pelanggan tidak mendapatkan keinginan mereka.
Jadi, sementara di satu sisi kita berusaha keras meminimalisir keluhan, di sisi lain kita juga harus mempersiapkan semua staf kita untuk menghadapi keluhan yang tak mungkin dihindari.
Jika kita lihat lagi judul tulisan ini, bagi saya kata kuncinya adalah “profesional”. Setiap orang bisa menangani keluhan. Seorang SPG dengan ijazah SMU, seorang manajer dengan gelar sarjana, bahkan seorang ibu yang berjualan sayur di pasar, semuanya bisa menangani keluhan. Masalahnya, apakah mereka bisa menangani keluhan secara profesional?
Dan pertanyaannya, “Bagaimana mengukur kadar ‘profesionalitas’ itu? Dari mana kita tahu perbedaan antara keluhan yang ditangani secara profesional dengan keluhan yang ditangani secara tidak profesional?” Bagi saya, perbedaannya sangat sederhana dan sangat mudah diukur.
Jika keluhan ditangani dengan profesional:
- Pelanggan pergi dari toko dengan senyuman.
- Pelanggan tidak akan menyebarkan berita buruk mengenai toko atau produk yang ia keluhkan.
- Pelanggan bahkan kembali lagi ke toko itu untuk membeli lebih banyak.
Jawabannya sangat sederhana. Mereka harus dilatih dengan benar. Aktivitas menangani keluhan yang berasal dari pelanggan yang marah, tak puas, dan kecewa bisa jadi adalah hal yang sangat sulit. Kebanyakan karyawan tidak suka jika harus menghadapi pelanggan yang marah.
Mereka mencoba untuk sopan, bersikap profesional, sabar, dan melakukan yang terbaik menurut yang mereka tahu. Itu adalah hal yang bagus. Tapi, masalah terbesarnya adalah kebanyakan karyawan benar-benar tak mengerti caranya. Mengapa? Karena mereka tidak pernah dilatih melakukannya.
Pasti para karyawan dibekali dengan product knowledge. Mereka dilatih menjual produk ke pelanggan, menjawab setiap keberatan pelanggan, bahkan dilatih tentang hal-hal yang menyangkut prosedur perusahaan.
Tapi kenyataannya, kebanyakan karyawan, mulai dari frontliners sampai yang duduk di belakang meja, hampir semuanya tidak pernah dilatih dengan benar cara menangani pelanggan yang sedang dalam kondisi marah, tak puas, dan kecewa. Kenyataannya sebagian besar dari mereka tidak pernah dilatih agar mempunyai sikap mental yang benar untuk menghadapi pelanggan yang sedang marah, apalagi menangani keluhan secara profesional.
Jadi, apakah karyawan Anda (mulai dari frontliners sampai staf di belakang meja) sudah dilatih dengan benar untuk menangani keluhan secara profesional? Apakah mereka secara mental sudah siap? Plus, apakah mereka sudah dilatih dengan teknik pelatihan yang benar?
Berikut adalah kursus singkat menangani keluhan secara profesional, melalui tiga tahapan:
Tahap 1: Menangani Emosi
Langkah pertama adalah kita harus menangani emosi pelanggan terlebih dahulu. Pertama Anda harus bisa menenangkan si pelanggan. Dengan empati dan menempatkan diri di posisi pelanggan, Anda akan lebih mudah melakukan hal ini. Satu-satunya tujuan dalam tahap ini adalah menenangkan pelanggan.
Hindari semua tindakan defensif, selalu menjawab keluhan, atau lebih buruk lagi, meng-counter dan mendebat si pelanggan. Ini hanya akan memperparah situasi. Tahap ini sebenarnya merupakan yang paling tidak menyenangkan, dan akan dibahas lebih lanjut dalam tulisan selanjutnya.
Tahap 2: Memecahkan Masalah
Setelah situasi tenang, tahap berikutnya adalah memecahkan masalah. Tahap ini bisa jadi yang paling sulit dari proses, karena Anda bisa saja terbentur kebijakan perusahaan saat memenuhi permintaan pelanggan. Dalam kasus demikian tentu dibutuhkan tingkat kesabaran lebih serta keahlian negosiasi dan persuasi yang mumpuni. Harapannya, setelah proses tawar-menawar, si pelanggan bisa menerima solusi yang Anda tawarkan.
Tahap 3: Menghibur dan Membuat Pelanggan Gembira Kembali
Tahap ini tak kalah penting dan merupakan tahap paling menyenangkan dari keseluruhan proses penanganan keluhan. Situasinya bisa jadi sudah menyenangkan bagi si pelanggan sekaligus bagi karyawan perusahaan. Sayangnya, tahapan inilah yang paling terlewatkan dan tak pernah dilakukan kebanyakan perusahaan. Tahapan ini akan dibahas lebih lanjut pada edisi mendatang.
Menangani keluhan memang bukan pekerjaan sederhana maupun menyenangkan. Aktivitas ini memerlukan orang-orang yang benar-benar terlatih. Itulah sebab saya merasa menangani keluhan secara profesional benar-benar penting untuk diulas dalam beberapa tulisan. Kita akan melanjutkan bahasan ini dalam edisi mendatang.
Sementara ini, mulailah melatih para frontliners dan staf belakang meja Anda untuk menangani keluhan secara profesional. Tujuannya agar si pelanggan bisa berkata, “Saya datang, saya membeli, saya mengeluh, saya membeli lebih banyak lagi.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar