Marketing.co.id – Banyak
orang masih menganggap profesi salesman sebagai pilihan terakhir, itu
pun sebagai batu loncatan. Salesman seperti apakah yang diperlukan untuk
menghadapi zaman sekarang ini?
Sampai saat ini, sangat jarang seseorang bercita-cita menjadi seorang salesman. Kalau profesi dokter, insinyur, pengacara, computer programmer, bahkan sekretaris adalah “profesi pilihan” di Indonesia secara umum, profesi sales masih dipandang sebagai “profesi jika sudah tidak ada pilihan”. Maka tak heran, banyak orang masih menganggap profesi salesman sebagai pilihan terakhir.
Namun demikian, kini citra sales sebagai suatu profesi sudah mulai dipandang. Hampir setiap orang sekarang ini mengenal orang yang sukses sebagai sales baik di industri asuransi, properti, MLM, otomotif, farmasi, bank, dan lain-lain. Mereka sudah melihat plakat yang mereka terima, foto-foto dari incentive tour ke luar negeri, dan sudah melihat kesejahteraan hidup mereka meningkat.
Sedikit demi sedikit, profesi sales tidak lagi dipandang sebelah mata, khususnya oleh generasi muda. Demikian diungkapkan James Gwee, pembicara seminar dan pelatihan dari Singapura, dalam sebuah wawancara belum lama ini.
Menurut Gwee, saat ini kelas menengah di Indonesia terus bertumbuh menjadi pangsa pasar yang sangat besar. Seiring perkembangan zaman, masyarakat pun bertambah pintar, well-informed, memiliki banyak pilihan, serta berwawasan lebih luas. Menyikapi kondisi ini, orang sales harus pintar menggarap pangsa pasar yang sangat “hungry for material things” ini.
Peluang terbuka sangat besar untuk orang sales yang kompeten, dan akan sangat merugikan untuk orang sales yang tidak melihat/mengantisipasi/mempersiapkan diri. Oleh sebab itu, sambung Gwee, jangan heran jika ada pelanggan yang sudah mengecek dan membandingkan lewat internet sebelum mereka mengunjungi toko.
“Orang sales harus lebih tahu daripada pelanggan. Kalau tidak, pelanggan tidak akan respek dan percaya. Sebaliknya, jika orang sales lebih well-informed daripada pelanggan yang notabene sudah melakukan ‘riset’, pelanggan akan terkesan, respect, dan trust. Dan atas dasar itulah pelanggan akan membeli dari orang sales tersebut,” jelasnya.
Gwee beranggapan, peran salesman saat ini masih tetap relevan dan sangat penting. Maklum saja, khusus pelanggan Indonesia secara umum masih lebih nyaman membeli dari manusia daripada membeli secara online.
Namun demikian, seperti semua profesi yang ada dewasa ini, orang sales juga harus tetap up to date atas perkembangan teknologi dan mempelajari cara-cara baru dalam menggunakan teknologi untuk pekerjaan mereka.
“Walaupun teknologi bukan alasan orang membuat keputusan untuk membeli, teknologi adalah tool yang sangat penting bagi orang sales, supaya dia bisa menjangkau jauh lebih banyak pelanggan dengan jauh lebih hemat waktu, dan umumnya jauh lebih murah, bahkan sering kali gratis!” sahutnya lagi.
Gwee juga menegaskan, “selling is mostly a person-to-person activity”. Sebab itu, inter-personal skill dan inter-personal communication tetap menjadi syarat utama seorang salesman. Seorang salesman yang paham dan bisa memanfaatkan teknologi tidak akan rugi. Bahkan sebaliknya, salesman yang “buta” teknologi secara umum akan rugi besar.
Lebih lanjut diungkapkan, agar sukses mendapatkan omzet sesuai dengan target, seorang salesman harus yakin terhadap produk yang dijual dan perusahaan yang diwakili. Seorang salesman juga harus punya goal yang jelas, apa yang mau dicapai dan demi siapakah dia berjuang.
Selain itu, seorang salesman harus punya product knowledge yang solid, basic people skill dan kemampuan berkomunikasi yang baik, memiliki motivasi diri untuk mau belajar dan belajar terus, juga harus bangga terhadap profesi dan dirinya sendiri sebagai seorang salesman.
“Tidak ada dokter yang minder menjadi dokter. Bahkan tidak ada penjual bakso yang minder berjualan bakso. Kalau salesman tidak bangga, berarti dia minder. Kalau dia minder, bagaimana energi positif bisa keluar dari dirinya? Dan kalau tidak ada energi/aura positif, siapa yang mau membeli dari dia?” tegas Gwee.
Namun sayangnya, sekarang ini banyak perusahaan merasa kesulitan mendapatkan tenaga salesman. Ada banyak faktor yang menjadi penyebab, antara lain banyak orang yang enggan menjadi sales; masih banyak yang menganggap sales sebagai pekerjaan loncatan sehingga mereka tidak serius dalam bekerja dan akhirnya menjadi salesman yang kurang berhasil; serta perusahaan kesulitan mempertahankan orang sales yang berprestasi, karena mereka sering kali dibajak oleh perusahaan lain.
Lantas, apa saja yang harus dilakukan perusahaan agar salesman tetap semangat dan loyal untuk meningkatkan revenue? Menurut Gwee, ada dua langkah dan sayangnya sering kali keduanya terlupakan.
Pertama, perusahaan harus membekali sales manager/sales supervisor/sales trainer kemampuan untuk menggali dari orang sales apa impian atau cita-cita mereka dan mengajak salesman membuat goal-setting, planning, bahkan career planning, agar cita-cita mereka bisa terwujud. Dengan demikian salesman memandang target perusahaan bukan sebagai target perusahaan, namun target untuk mewujudkan impian pribadi dan keluarga dia sendiri.
Kedua, melakukan meeting mingguan atau bulanan yang menggairahkan. Sering kali tugas ini jatuh ke tangan sales manager/supervisor dan mereka sendiri kekurangan ide sehingga sales meeting jadi membosankan. “Kalau sales meeting tidak bermanfaat, seluruh tim sales lemot, perusahaan yang rugi!” tegasnya.
Menurut Gwee, sejauh ini pengelolaan salesman di setiap perusahaan (khususnya di Indonesia) masih sangat kurang. Ia berpendapat, setiap pabrik di seluruh dunia bisa menghasilkan produk bermutu tinggi secara konsisten setiap hari/minggu/bulan/tahun karena setiap pabrik sangat memerhatikan dan sangat ketat terhadap “proses”. Sebaliknya, banyak orang sales tidak dipantau dari segi proses kerja. Mereka hanya dituntut mencapai “hasil”.
“Bagaimana hasil bisa bermutu dan konsisten jika proses tidak dipantau secara baik dan ketat? Hampir setiap perusahaan memantau hasil yang diperoleh salesman mereka, tapi sangat sedikit di antara perusahaan tersebut yang memantau proses salesmannya,” tegas dia.
Namun demikian, fasilitas yang diperoleh salesman saat ini sudah ada kemajuan yang cukup berarti, walaupun masih tetap harus ditingkatkan. “Kadang-kadang di perusahaan ada meja buat office boy duduk, tapi untuk salesman tidak ada, karena dianggap seharusnya mereka lebih banyak di lapangan,” pungkasnya.
Sampai saat ini, sangat jarang seseorang bercita-cita menjadi seorang salesman. Kalau profesi dokter, insinyur, pengacara, computer programmer, bahkan sekretaris adalah “profesi pilihan” di Indonesia secara umum, profesi sales masih dipandang sebagai “profesi jika sudah tidak ada pilihan”. Maka tak heran, banyak orang masih menganggap profesi salesman sebagai pilihan terakhir.
Namun demikian, kini citra sales sebagai suatu profesi sudah mulai dipandang. Hampir setiap orang sekarang ini mengenal orang yang sukses sebagai sales baik di industri asuransi, properti, MLM, otomotif, farmasi, bank, dan lain-lain. Mereka sudah melihat plakat yang mereka terima, foto-foto dari incentive tour ke luar negeri, dan sudah melihat kesejahteraan hidup mereka meningkat.
Sedikit demi sedikit, profesi sales tidak lagi dipandang sebelah mata, khususnya oleh generasi muda. Demikian diungkapkan James Gwee, pembicara seminar dan pelatihan dari Singapura, dalam sebuah wawancara belum lama ini.
Menurut Gwee, saat ini kelas menengah di Indonesia terus bertumbuh menjadi pangsa pasar yang sangat besar. Seiring perkembangan zaman, masyarakat pun bertambah pintar, well-informed, memiliki banyak pilihan, serta berwawasan lebih luas. Menyikapi kondisi ini, orang sales harus pintar menggarap pangsa pasar yang sangat “hungry for material things” ini.
Peluang terbuka sangat besar untuk orang sales yang kompeten, dan akan sangat merugikan untuk orang sales yang tidak melihat/mengantisipasi/mempersiapkan diri. Oleh sebab itu, sambung Gwee, jangan heran jika ada pelanggan yang sudah mengecek dan membandingkan lewat internet sebelum mereka mengunjungi toko.
“Orang sales harus lebih tahu daripada pelanggan. Kalau tidak, pelanggan tidak akan respek dan percaya. Sebaliknya, jika orang sales lebih well-informed daripada pelanggan yang notabene sudah melakukan ‘riset’, pelanggan akan terkesan, respect, dan trust. Dan atas dasar itulah pelanggan akan membeli dari orang sales tersebut,” jelasnya.
Gwee beranggapan, peran salesman saat ini masih tetap relevan dan sangat penting. Maklum saja, khusus pelanggan Indonesia secara umum masih lebih nyaman membeli dari manusia daripada membeli secara online.
Namun demikian, seperti semua profesi yang ada dewasa ini, orang sales juga harus tetap up to date atas perkembangan teknologi dan mempelajari cara-cara baru dalam menggunakan teknologi untuk pekerjaan mereka.
“Walaupun teknologi bukan alasan orang membuat keputusan untuk membeli, teknologi adalah tool yang sangat penting bagi orang sales, supaya dia bisa menjangkau jauh lebih banyak pelanggan dengan jauh lebih hemat waktu, dan umumnya jauh lebih murah, bahkan sering kali gratis!” sahutnya lagi.
Gwee juga menegaskan, “selling is mostly a person-to-person activity”. Sebab itu, inter-personal skill dan inter-personal communication tetap menjadi syarat utama seorang salesman. Seorang salesman yang paham dan bisa memanfaatkan teknologi tidak akan rugi. Bahkan sebaliknya, salesman yang “buta” teknologi secara umum akan rugi besar.
Lebih lanjut diungkapkan, agar sukses mendapatkan omzet sesuai dengan target, seorang salesman harus yakin terhadap produk yang dijual dan perusahaan yang diwakili. Seorang salesman juga harus punya goal yang jelas, apa yang mau dicapai dan demi siapakah dia berjuang.
Selain itu, seorang salesman harus punya product knowledge yang solid, basic people skill dan kemampuan berkomunikasi yang baik, memiliki motivasi diri untuk mau belajar dan belajar terus, juga harus bangga terhadap profesi dan dirinya sendiri sebagai seorang salesman.
“Tidak ada dokter yang minder menjadi dokter. Bahkan tidak ada penjual bakso yang minder berjualan bakso. Kalau salesman tidak bangga, berarti dia minder. Kalau dia minder, bagaimana energi positif bisa keluar dari dirinya? Dan kalau tidak ada energi/aura positif, siapa yang mau membeli dari dia?” tegas Gwee.
Namun sayangnya, sekarang ini banyak perusahaan merasa kesulitan mendapatkan tenaga salesman. Ada banyak faktor yang menjadi penyebab, antara lain banyak orang yang enggan menjadi sales; masih banyak yang menganggap sales sebagai pekerjaan loncatan sehingga mereka tidak serius dalam bekerja dan akhirnya menjadi salesman yang kurang berhasil; serta perusahaan kesulitan mempertahankan orang sales yang berprestasi, karena mereka sering kali dibajak oleh perusahaan lain.
Lantas, apa saja yang harus dilakukan perusahaan agar salesman tetap semangat dan loyal untuk meningkatkan revenue? Menurut Gwee, ada dua langkah dan sayangnya sering kali keduanya terlupakan.
Pertama, perusahaan harus membekali sales manager/sales supervisor/sales trainer kemampuan untuk menggali dari orang sales apa impian atau cita-cita mereka dan mengajak salesman membuat goal-setting, planning, bahkan career planning, agar cita-cita mereka bisa terwujud. Dengan demikian salesman memandang target perusahaan bukan sebagai target perusahaan, namun target untuk mewujudkan impian pribadi dan keluarga dia sendiri.
Kedua, melakukan meeting mingguan atau bulanan yang menggairahkan. Sering kali tugas ini jatuh ke tangan sales manager/supervisor dan mereka sendiri kekurangan ide sehingga sales meeting jadi membosankan. “Kalau sales meeting tidak bermanfaat, seluruh tim sales lemot, perusahaan yang rugi!” tegasnya.
Menurut Gwee, sejauh ini pengelolaan salesman di setiap perusahaan (khususnya di Indonesia) masih sangat kurang. Ia berpendapat, setiap pabrik di seluruh dunia bisa menghasilkan produk bermutu tinggi secara konsisten setiap hari/minggu/bulan/tahun karena setiap pabrik sangat memerhatikan dan sangat ketat terhadap “proses”. Sebaliknya, banyak orang sales tidak dipantau dari segi proses kerja. Mereka hanya dituntut mencapai “hasil”.
“Bagaimana hasil bisa bermutu dan konsisten jika proses tidak dipantau secara baik dan ketat? Hampir setiap perusahaan memantau hasil yang diperoleh salesman mereka, tapi sangat sedikit di antara perusahaan tersebut yang memantau proses salesmannya,” tegas dia.
Namun demikian, fasilitas yang diperoleh salesman saat ini sudah ada kemajuan yang cukup berarti, walaupun masih tetap harus ditingkatkan. “Kadang-kadang di perusahaan ada meja buat office boy duduk, tapi untuk salesman tidak ada, karena dianggap seharusnya mereka lebih banyak di lapangan,” pungkasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar