www.marketing.co.id – Vilfredo Pareto, seorang pakar
ekonomi dan sosiolog yang hidup di abad ke-19, merupakan orang yang
paling dikenal untuk hukum tentang distribusi pendapatan di masanya.
Beliaulah orang yang melahirkan Prinsip Pareto atau aturan 80/20. Pareto
juga adalah salah satu orang pertama yang menganalisis masalah ekonomi
menggunakan perhitungan matematika. Pada akhir tahun 1800-an, ia
mengamati bahwa 80% tanah di Italia dimiliki oleh hanya 20% penduduk
saja. Sedangkan di bidang perkebunan, ia mengamati bahwa 20% dari benih
yang ada di kebunnya menghasilkan 80% kacang polong yang dipanennya
kelak. Dan dengan demikian, lahirlah Prinsip Pareto atau aturan 80/20
ini.
Setelah Pareto mengembangkan formula 80/20 temuannya, peneliti lain
juga mengamati fenomena serupa dalam bidang mereka sendiri. Seorang
pakar manajemen mutu, Dr. Joseph Juran, juga mengakui fenomena universal
yang ia sebut sebagai prinsip “vital few and trivial many”
yang mirip dengan prinsip Pareto. Menurut pengamatan Dr. Juran tentang
prinsip ini, 20% pekerjaan selalu bertanggung jawab atas 80% hasil.
Hampir semua orang berusaha untuk mencapai keseimbangan dalam segala
sesuatu yang mereka lakukan dalam hal apa pun, dan itulah yang
disarankan dan direkomendasikan oleh kebanyakan orang. Namun, aturan
80/20 menunjukkan ketidakseimbangan yang memiliki keunggulan tersendiri.
Percaya atau tidak, justru ketidakseimbangan proporsi inilah yang
benar-benar dapat menghasilkan manfaat luar biasa jika mereka mampu
meresponsnya secara bijak.
Aturan Pareto dapat secara efektif digunakan untuk memisahkan penyebab utama (yang sedikit atau “vital few”) dari carut-marutnya masalah (yang banyak “trivial many”).
Analisis semacam ini memfokuskan perhatian Anda untuk mengatasi
penyebab utama dari masalah yang dihadapi daripada membuang-buang waktu
untuk mengurusi “hal-hal sepele”. Meskipun, Prinsip Pareto awalnya
diterapkan untuk mengukur pendistribusian kekayaan (20% orang memiliki
80% kekayaan) dan Juran terhadap kualitas (20% kesalahan menyebabkan 80%
masalah), selama bertahun-tahun prinsip 80/20 telah dinyatakan dalam
sejumlah cara yang berbeda dan berlaku universal.
Prinsip 80/20 di Bidang Manajemen
Prinsip Pareto atau aturan 80/20 membuktikan bahwa hampir setiap
bidang manajemen bisa diterapkan, contohnya adalah beberapa hal di bawah
ini:
(A) 20% pelanggan mengontribusikan 80% penjualan;
(B) 20% dari produk atau jasa sebuah perusahaan menghasilkan 80% keuntungan;
(C) 20% persediaan khusus membutuhkan 80% ruang penyimpanan;
(D) 20% pemasok berkontribusi pada 80% persediaan;
(E) 20% tenaga penjualan mendatangkan 80% penjualan;
(F) 20% dari staf Anda akan menyebabkan 80% dari masalah anda;
(G) 20% dari staf perusahaan akan menampilkan 80% dari produksinya.
(A) 20% pelanggan mengontribusikan 80% penjualan;
(B) 20% dari produk atau jasa sebuah perusahaan menghasilkan 80% keuntungan;
(C) 20% persediaan khusus membutuhkan 80% ruang penyimpanan;
(D) 20% pemasok berkontribusi pada 80% persediaan;
(E) 20% tenaga penjualan mendatangkan 80% penjualan;
(F) 20% dari staf Anda akan menyebabkan 80% dari masalah anda;
(G) 20% dari staf perusahaan akan menampilkan 80% dari produksinya.
Bagian terbaik dari prinsip ini adalah mudah dipahami dan juga mudah
diterapkan. Ironisnya, masih banyak individu dalam organisasi yang hanya
tahu sedikit tentang hal tersebut, sehingga prinsip ini masih jarang
digunakan oleh para manajer dalam menjalankan tugas kesehariannya,
termasuk dalam membuat keputusan.
Cara Menerapkannya
Ide bahwa dengan melakukan 20% dari pekerjaan dapat menghasilkan 80%
dari keuntungan memengaruhi semua manajer untuk mengeksplorasi dan
berfokus pada elemen-elemen yang berada di 20% bagian terpenting tadi,
daripada melakukan seluruh pekerjaan.
Jika Anda dan tim sudah memiliki tujuan bersama, langkah selanjutnya
adalah mengidentifikasi permasalahan yang ada, kemudian diberi bobot
nilai sesuai dengan tingkat kepentingan dan keterdesakannya. Dari
seluruh daftar yang terkumpul, Anda dan tim ditantang untuk mencari
persamaan, sumber-sumber atau benang merahnya, sehingga akan muncul
pengelompokan-pengelompokan dan menghasilkan jumlah kelompok yang
otomatis lebih sedikit daripada daftar permasalahan di awal tadi.
Kemudian, setiap kelompok yang terbentuk ditotalkan nilainya—yang
berasal dari jumlah bobot nilai dari tiap-tiap permasalahan yang telah
terkumpul ke dalam kelompok tersebut. Besaran nilai yang Anda gunakan
tergantung pada jenis masalah yang Anda sedang coba untuk pecahkan.
Sebagai contoh, jika Anda mencoba untuk meningkatkan laba, Anda akan
memberikan skor yang tinggi atas semua aktivitas atau solusi yang
mendukung peningkatan penjualan. Jika Anda mencoba untuk meningkatkan
kepuasan pelanggan, Anda mungkin akan memberikan nilai yang tinggi
berdasarkan jumlah pengaduan yang mampu ditanggulangi.
Kelak setelah Anda selesai memberikan total nilai pada setiap
kelompok, akan terlihat jelas kelompok yang merupakan prioritas bagi
Anda dan tim untuk diperbaiki. Tentu saja prioritas pertama untuk
dipilih adalah kelompok yang memiliki nilai tertinggi. Dengan demikian,
Anda sudah menemukan faktor 20% yang merupakan jawaban atas 80% masalah
yang ada. Jika Anda mengerjakannya, maka akan memberikan manfaat
terbesar bagi organisasi Anda. Sedangkan untuk pilihan dengan skor
terendah tidak terlalu penting untuk Anda pecahkan saat ini, karena
nilai terendah menunjukkan bahwa mereka adalah bagian dari hal-hal yang
terlihat banyak, tapi tidak penting. Mereka akan menghabiskan 80% sumber
daya yang ada, tetapi hanya memberikan dampak 20% bagi hasil.
Contoh Penerapannya
Seorang manajer telah mengambil alih pusat servis yang gagal,
membentuk sebuah tim untuk mencari tahu alasan pelanggan berpendapat
bahwa pelayanan yang mereka berikan kurang baik. Berikut ini adalah
umpan balik yang ia terima dari para pelanggannya:
- telepon hanya dijawab setelah berdering berkali-kali (8 pengaduan);
- staf pelayanan tampak di bawah tekanan (4 pengaduan);
- tenaga teknisi tampaknya tidak terorganisir dengan baik. Mereka perlu kunjungan kedua untuk membawa komponen tambahan. Ini berarti bahwa pelanggan harus mengambil cuti libur lebih lama untuk menunggu teknisi tersebut kembali dan memperbaiki barangnya (2 pengaduan);
- pelanggan tidak tahu kapan teknisi akan tiba. Ini berarti bahwa mereka mungkin harus berada di rumah sepanjang hari sebelum teknisi datang mengunjunginya (9 pengaduan);
- anggota staf tidak selalu tampak tahu apa yang harus mereka lakukan (22 pengaduan);
- kadang-kadang ketika anggota staf tiba, pelanggan menemukan bahwa masalah bisa saja diselesaikan melalui telepon (29 pengaduan).
Kemudian permasalahan-permasalahan ini dikelompokkan dan diberikan
bobot nilai masing-masing kelompok dari jumlah keluhannya, dan hasilnya
adalah:
- kurangnya pelatihan staf: poin nomor 5 dan 6 dengan bobot 51 pengaduan;
- jumlah staf yang kurang: poin nomor 1, 2, dan 4 dengan bobot 21 pengaduan;
- sistem operasional prosedur yang lemah: poin nomor 3 dengan bobot 2 pengaduan.
Dengan melakukan metode di atas, manajer dapat dengan mudah melihat
bahwa sebagian besar masalah (69%) dapat diselesaikan dengan
meningkatkan keterampilan staf (51 pengaduan). Setelah itu, dilakukan
peningkatan jumlah anggota staf (21 pengaduan). Dan para akhirnya, baru
memperbaiki SOP yang ada (2 keluhan).
Dengan menerapkan Analisis Pareto, manajer dapat fokus pada
pokok-pokok penyelesaian masalah yang efektif, signifikan, dan relevan.
Selamat mencoba, karena hasil akhir yang berkualitas dimulai dengan implementasi yang berkualitas. (Kevin Wu)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar