Rabu, 04 Juni 2014

Cara Menangani Keluhan Pelanggan

Dari pelanggan yang mempunyai problem, sebagian tidak akan mengajukan komplain. Untuk industri jasa seperti perbankan, asuransi, telekomunikasi, transportasi dan lain-lain, sekitar 50-80% pelanggan tidak akan komplain. Angka ini bisa lebih tinggi lagi untuk consumer good dimana rata-rata lebih dari 90% dari konsumen tidak akan melakukan komplain.
Mengapa pelanggan yang mempunyai masalah tidak mengajukan komplain? Berdasarkan survei yang dilakukan Frontier, ada 5 alasan yang sering menjadi alasan pelanggan enggan menyatakan keluhannya. Pertama, masalah yang dihadapi relatif tidak penting dan bisa diatasi sendiri. Bagi pelanggan, waktu untuk komplain atau biaya yang harus dikeluarkan dengan melakukan komplain, tidak sebanding dengan manfaat yang akan diperoleh. Oleh karena itu, mereka lebih memilih diam atau berusaha untuk mengatasi sendiri problemnya. Tentunya, pelanggan seperti ini, akan merasa tidak puas dan tingkat loyalitasnya relatif rendah.
Alasan kedua adalah karena mereka yakin bahwa perusahaan tidak akan melakukan tindakan apapun atas komplain mereka. Jadi, daripada tambah jengkel, mereka lebih memilih diam. Sangat besar kemungkinan pelanggan seperti ini akan pindah ke perusahaan lain. Saya dan kemungkinan sebagian besar dari tetangga saya, tidak akan puas dengan pelayanan PAM. Kualitas airnya sungguh buruk. Rasanya, tidak ada yang komplain langsung ke perusahaan ini, karena yakin bahwa mereka tidak akan melakukan tindakan apapun.
Alasan ketiga adalah mereka tidak tahu cara untuk menyatakan komplain mereka. Ingin menelpon, tidak tahu nomornya. Ingin mengunjungi kantornya, tidak tahu dimana lokasinya. Alasan ketiga adalah pelanggan tersebut, tidak tahu harus komplain kepada siapa. Apakah kepada manager atau front-line? Apakah pada departemen pelayanan atau pemasaran? Ini adalah alasan keempat yang membuat pelanggan memilih untuk tidak komplain.
Alasan kelima yang dinyatakan pelanggan yang tidak komplain adalah mereka lebih memilih untuk menggunakan jasa perusahaan atau jasa pihak ketiga untuk menyelesaikan masalah. Bulan lalu, saya membeli sebuah handphone yang mereknya sudah dikenal. Ternyata, mengalami kerusakan setelah satu minggu. Daripada komplain ke bagian customer service dengan prosedur yang cukup rumit, saya putuskan untuk pergi saja ke toko yang memberikan pelayanan perbaikan.
Setelah pelanggan komplain, ada tiga kemungkinan yang terjadi sehubungan dengan tingkat kepuasan mereka. Pelanggan merasa puas karena ada tindakan penyelesaian atas komplain mereka atau pelanggan tetap tidak puas atau kemungkinan ketiga, pelanggan tambah jengkel karena buruknya penanganan komplain.
Dalam penyelesaian komplain, ada dua kata kunci yang membuat pelanggan akan puas. Pertama adalah kecepatan penanganan atas komplain dan penyelesaian komplain. Perusahaan–perusahaan yang tidak sadar akan pentingya service recovery atau yang tidak memiliki strategi penanganan komplain, cenderung akan bertindak lambat dan reaktif. Setelah itu, penyelesaian atas komplain juga lambat pula. Pelanggan semakin tidak puas lagi, apabila komplain yang mereka ajukan tidak tuntas penyelesaiannya.
Pelanggan yang sudah melalui tahap komplain, akan menjadi sosok yang berbahaya. Mereka akan meninggalkan perusahaan dan menjadi teroris. Mereka akan menyebarkan word of mouth yang negatif dan perusahaan tidak akan mampu untuk mengatasinya karena sudah berganti menjadi pelanggan dan berada di luar sistem. Bukan hanya satu orang, tetapi bisa puluhan orang mendengar cerita negatif dari pelanggan ini. Hal seperti ini akan menimbulkan kerusakan pasar yang besar dan sering tidak disadari oleh perusahaan. Lebih celaka lagi, bila kemudian teror ini dilanjutkan dengan cara mengirim ke media massa. Dampak negatif buat perusahaan tersebut akan sangat besar.
Karena itu, penanganan komplain haruslah serius. Pelanggan yang komplain adalah pelanggan yang masih baik karena minimal masih menjadi pelanggan perusahaan tersebut. Pelanggan yang komplain sebenarnya masih memberikan kesempatan kepada perusahaan untuk memberikan kepuasan kepada mereka. Dalam beberapa kasus, pelanggan yang komplain sebenarnya sudah mulai menurunkan harapan mereka. Dengan demikian, mengembalikan kepuasan mereka relatif mudah. Tak mengherankan, pelanggan yang paling puas seringkali adalah pelanggan yang pernah punya problem, pernah kompalin dan pernah merasakan betapa bagusnya perusahaan dalam menyelesaikan komplain mereka.
Penanganan komplain, haruslah melalui suatu sistem. Tidak boleh reaktif dan tidak boleh ditangani kasus per kasus. Sistem ini dapat diwujudkan dalam suatu standar layanan penanganan komplain yang sudah disetujui oleh top manajemen. Dengan demikian, setiap front-line staf sudah tahu apa yang harus dilakukan bila ada komplain dari pelanggannya.
Langkah pertama dalam pembuatan sistem ini dimulai dengan mengelompokkan jenis problem yang dihadapi oleh pelanggan. Setiap problem, haruslah jelas petunjuk penyelesaian komplain. Kedua, dalam standar layanan penanganan komplain ini, haruslah jelas, apa yang menjadi tanggung jawab front-line, supervisor, manajer atau bahkan top managemen. Ketiga, dalam standar layanan ini juga harus jelas service blueprint atau proses dalam menangani komplain. Dan yang lebih penting, standar layanan ini haruslah terus menerus dikomunikasikan kepada setiap karyawan. Dengan sistem yang jelas, karyawan terutama bagian front-line akan merasakan bahwa saat pelanggan komplain adalah saat terbaik memuaskan mereka. (www.marketing.co.id)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar