JAKARTA. Bertahun-tahun memasok garmen ke produsen pakaian di luar
negeri, PT Pan Brothers Tbk akhirnya berencana masuk ke bisnis hilir
dengan membangun merek pakaian jadi sendiri. Rencananya, merek tersebut
akan dirilis pertengahan tahun ini.
Asal tahu saja, selama ini, 99,5% produksi garmen emiten saham berkode PBRX ini dijual ke luar negeri.
Wakil Direktur Utama Pan Brothers Anne Patricia Sutanto menjelaskan, pembuatan merek sendiri dilakukan supaya Pan Brothers lebih memahami tren pasar. âKalau tidak masuk di bisnis ritel, manufaktur kami tidak bisa berkembang,â ujarnya kepada KONTAN, akhir pekan lalu.
Nah, untuk memasuki bisnis baru ini, Pan Brothers telah membentuk unit usaha baru pada Desember lalu. âKami akan launching merek sekitar Juni-Juli tahun ini, sebelum lebaran,â katanya.
Pan Brothers menggunakan US$ 5 juta-US$ 7 juta dari dana belanja modal tahun ini untuk membangun bisnis ritel tersebut. Dana itu untuk membentuk perusahaan baru, perekrutan SDM, hingga pembukaan gerai atau outlet. Adapun total belanja modal mereka tahun ini adalah sekitar US$ 10 juta-US$ 15 juta.
Menurut Anne, perusahaannya memiliki dua opsi untuk membentuk usaha baru itu. Opsi pertama, membeli lisensi dari merek luar negeri. Opsi berikutnya adalah membentuk usaha patungan atau join venture dengan merek internasional atau lokal.
âSekarang masih digodok. Yang jelas, kami akan membuat house brand dan jangka panjang arahnya menjadi international brand,â paparnya. Nantinya, produk ritel itu menyasar pangsa pasar menengah ke atas. âArahnya lebih ke lifestyle dan pemasarannya di Jabodetabek,â ujar Anne.
Kontribusi ritel 30%
Merek sendiri itu, kata Anne, bisa memberi nilai tambah bagi produk Pan Brothers. Maklum, harga jual barang yang sudah ditempeli merek bisa menjadi empat kali lipat harga pabrik.
Rencananya, Pan Brothers akan mengusung beberapa merek. âAda sekitar dua atau tiga brand. Segmennya mulai dari remaja ke atas,â ucapnya.
Pada tahun-tahun awal, Pan Brothers menargetkan,bisnis ritel bisa menyumbang 5% -10% pendapatan. âDalam lima tahun ke depan, kami ingin kontribusinya bisa 20%-30%, karena kami juga akan ekspor,â ujar Anne.
Selain bisnis hilir, ke depan, perusahaan ini juga ingin lebih serius menggarap bisnis hulu. Sejauh ini, mereka sudah menjadi original design manufacturer (ODM) untuk 25 merek pakaian ternama di dunia, seperti Calvin Klein, Jack Nicklaus, Marks & Spencers, dan Quick Silver.
Untuk mendukung rencana itu, Pan Brothers sedang mempertimbangkan rencana membangun pabrik bahan baku di Indonesia atau di negara lain yang biaya energinya lebih rendah.
Pendirian pabrik itu diharapkan bisa mendukung rencana ekspansi di masa mendatang. Sebab 60% dari harga pokok produksi (HPP) adalah bahan baku. Sementara, 70% bahan baku masih impor.
"Jadi, dengan punya bahan baku sendiri, nantinya marjin bisnis hilir kami bisa lebih baik,â papar Anne.
Tahun ini, Pan Brothers juga merogoh kocek US$ 5 juta untuk menambah peralatan produksi, seperti mesin jahit, mesin sulam, printing, dan laundry.Dengan penambahan mesin baru, kapasitas produksi tahun ini akan naik 20% dibanding 2012. Tahun lalu, mereka mampu memproduksi 42 juta potong pakaian.
Dengan serangkaian ekspansi, Anne optimistis pendapatan tahun ini bisa tumbuh 20%. Adapun, pendapatan tahun lalu diperkirakan US$ 280 juta-US$ 290 juta.
Asal tahu saja, selama ini, 99,5% produksi garmen emiten saham berkode PBRX ini dijual ke luar negeri.
Wakil Direktur Utama Pan Brothers Anne Patricia Sutanto menjelaskan, pembuatan merek sendiri dilakukan supaya Pan Brothers lebih memahami tren pasar. âKalau tidak masuk di bisnis ritel, manufaktur kami tidak bisa berkembang,â ujarnya kepada KONTAN, akhir pekan lalu.
Nah, untuk memasuki bisnis baru ini, Pan Brothers telah membentuk unit usaha baru pada Desember lalu. âKami akan launching merek sekitar Juni-Juli tahun ini, sebelum lebaran,â katanya.
Pan Brothers menggunakan US$ 5 juta-US$ 7 juta dari dana belanja modal tahun ini untuk membangun bisnis ritel tersebut. Dana itu untuk membentuk perusahaan baru, perekrutan SDM, hingga pembukaan gerai atau outlet. Adapun total belanja modal mereka tahun ini adalah sekitar US$ 10 juta-US$ 15 juta.
Menurut Anne, perusahaannya memiliki dua opsi untuk membentuk usaha baru itu. Opsi pertama, membeli lisensi dari merek luar negeri. Opsi berikutnya adalah membentuk usaha patungan atau join venture dengan merek internasional atau lokal.
âSekarang masih digodok. Yang jelas, kami akan membuat house brand dan jangka panjang arahnya menjadi international brand,â paparnya. Nantinya, produk ritel itu menyasar pangsa pasar menengah ke atas. âArahnya lebih ke lifestyle dan pemasarannya di Jabodetabek,â ujar Anne.
Kontribusi ritel 30%
Merek sendiri itu, kata Anne, bisa memberi nilai tambah bagi produk Pan Brothers. Maklum, harga jual barang yang sudah ditempeli merek bisa menjadi empat kali lipat harga pabrik.
Rencananya, Pan Brothers akan mengusung beberapa merek. âAda sekitar dua atau tiga brand. Segmennya mulai dari remaja ke atas,â ucapnya.
Pada tahun-tahun awal, Pan Brothers menargetkan,bisnis ritel bisa menyumbang 5% -10% pendapatan. âDalam lima tahun ke depan, kami ingin kontribusinya bisa 20%-30%, karena kami juga akan ekspor,â ujar Anne.
Selain bisnis hilir, ke depan, perusahaan ini juga ingin lebih serius menggarap bisnis hulu. Sejauh ini, mereka sudah menjadi original design manufacturer (ODM) untuk 25 merek pakaian ternama di dunia, seperti Calvin Klein, Jack Nicklaus, Marks & Spencers, dan Quick Silver.
Untuk mendukung rencana itu, Pan Brothers sedang mempertimbangkan rencana membangun pabrik bahan baku di Indonesia atau di negara lain yang biaya energinya lebih rendah.
Pendirian pabrik itu diharapkan bisa mendukung rencana ekspansi di masa mendatang. Sebab 60% dari harga pokok produksi (HPP) adalah bahan baku. Sementara, 70% bahan baku masih impor.
"Jadi, dengan punya bahan baku sendiri, nantinya marjin bisnis hilir kami bisa lebih baik,â papar Anne.
Tahun ini, Pan Brothers juga merogoh kocek US$ 5 juta untuk menambah peralatan produksi, seperti mesin jahit, mesin sulam, printing, dan laundry.Dengan penambahan mesin baru, kapasitas produksi tahun ini akan naik 20% dibanding 2012. Tahun lalu, mereka mampu memproduksi 42 juta potong pakaian.
Dengan serangkaian ekspansi, Anne optimistis pendapatan tahun ini bisa tumbuh 20%. Adapun, pendapatan tahun lalu diperkirakan US$ 280 juta-US$ 290 juta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar