Semua ide, kreativitas, dan imajinasi ujung-ujungnya mengarah kepada
inovasi. Karenanya, seorang pemasar jenius tidak bisa lepas dari
inovasi. Namun seperti apakah inovasi yang tergolong jenius itu?
Peter Fisk mendefinisikan inovasi secara sederhana sebagai “berpikir
apa yang orang lain tidak pikirkan”. Tapi penjabaran definisi ini justru
menjadi rumit. Itulah sebabnya tidak semua orang bisa berinovasi dengan
baik. Menurut Fisk, pemasaran harus melakukan inovasi pasar tidak hanya
pada tingkat strategis tetapi juga taktis. Inovasi juga menciptakan
konteks yang tepat, sikap yang tepat, infrastruktur yang tepat, dan
nafsu yang tepat untuk meyakinkan bahwa ide tersebut merupakan ide
terbaik untuk mencapai sukses secara kompetitif maupun komersial.
Hermawan Kartajaya sendiri dalam acara the MarkPlus Conference, yang
diadakan pertengahan Desember lalu, melihat bahwa inovasi pada zaman
sekarang bukan pada dataran strategi segmentasi, namun sudah harus lebih
luas dari itu. Hermawan membagi inovasi dalam tiga tingkatan. Pertama
adalah minor innovation. Inovasi pada dataran ini dilakukan
lebih kepada peninjauan ulang segmentasi pasar, mengubah cara menjual,
dan merekayasa ulang proses bisnis. Namun inovasi seperti ini tidak
dibarengi oleh usaha menciptakan bauran pemasaran baru. Yang dilakukan
hanyalah untuk tampil lebih smart daripada pesaing, tanpa memedulikan interaksi konsumen secara langsung.
Tingkatan kedua adalah moderate innovation. Pada tingkatan
ini, pemasar sudah berani memfokus ulang target pasar, membuat bauran
pemasaran baru secara kreatif lewat inovasi di produk, harga, saluran
distribusi dan promosi, serta dibarengi dengan pembaharuan service. Pada tingkatan ini, menurut Hermawan, pemasar tidak hanya berhasil mengungguli pesaing namun dapat merangkul pelanggan baru.
Namun yang paling membutuhkan nyali adalah melakukan inovasi sampai ke tingkat major.
Pada level ini, pemasar harus berani berinovasi total dengan cara
meninjau ulang positioning, keunikan dan merek di pasar. Proses ini yang
disebut Hermawan sebagai repositioning, redifferentiating dan rebranding.
Ia meyakini, jika pemasar sanggup melakukan itu berarti pemasar
tersebut berani melakukan gebrakan dengan tujuan bukan hanya untuk
mentransformasikan merek, tetapi juga merestrukturisasi industri untuk
menjadi lebih baik.
Peter Fisk juga setuju bahwa inovasi harus lebih luas dari sekadar
produk, namun juga dalam konteks yang luas. Menurut Fisk inovasi juga
harus berpikir konsep customer experience, dan bahkan inovasi pada keseluruhan model bisnis di mana perusahaan dan pelanggan memperoleh value.
Dell adalah contoh menarik yang dikemukakan Fisk. Dell mengubah pola
bisnis orang dalam membeli PC, di mana Anda (pembeli) dapat memilih
spesifikasi komputer yang disukai dan kemudian hasil rakitannya
dikirimkan ke rumah Anda. Dell tidak berinovasi dalam produk, tetapi
berinovasi dengan mengubah model bisnis.
Seorang pemasar yang jenius, ungkap Fisk, memang harus mampu
berinovasi dengan model bisnis baru. Karena itulah, inovasi yang tepat
menghasilkan gangguan pada aturan dan logika yang sudah ada. Inovasi
bahkan seperti sebuah olahraga yang ekstrim di mana hal-hal yang
sekarang tidak dapat terima. Fisk mengandaikan hal ekstrim ini seperti
membuat rem tangan untuk pesawat ruang angkasa.
Tentu saja, semua inovasi awalnya harus dimulai dengan ide dan
kebutuhan. Inovasi tanpa adanya kebutuhan tak akan berarti. Oleh sebab
itu, mengenali pelanggan dan konsumen kita dengan baik sangat penting.
Seorang pemasar jenius selalu meletakkan diri pada pelanggan. Dia
benar-benar berdiri di atas kepentingan pelanggan, berbicara kepada
pelanggan, mengerti pelanggan dan memberi solusi kepada pelanggan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar