Tidak biasanya sejumlah pakar komunikasi (PR dan marketing) dari dalam dan luar negeri berkumpul di ‘salon’.
Hari ini, puluhan ahli, para akademisi dan pengusaha muda dari
berbagai sektor duduk bersama membahas tren baru di dunia saat ini dalam
perhelatan bertema ‘Young Ideas Salon’ (Salon Ide Kaum Muda) di kampus pascasarjana Paramadina Graduate Schools, Gedung Energy, SCBD, Jakarta. (http://gradschool.paramadina.ac.id/)
Di
situ mereka melakukan diskusi interaktif yang menyoroti pemuda sebagai
pasar yang luar biasa besar di berbagai belahan bumi. Young Ideas Salon
adalah sebuah event international yang bermula dari Mumbai, lalu
keliling ke Kuala Lumpur dan sekarang di Jakarta,” kata Muhammad Faisal M.Psi, pendiri YouthLab Indonesia, penggagas Young Ideas Salon. “Nantinya, acara ini berlanjut ke benua Afrika serta Eropa,” tambah Faisal.
Sebagai event kelas dunia, acara ini menghadirkan Graham Brown, pendiri dan direktur MobileYouth London (http://www.mobileyouth.org/) . Graham Brown dikenal sebagai pembicara dan penulis psikologi komunikasi serta media. Bersama rekannya, Josh Dhaliwal, Brown yang penulis buku “Mobile Youth Report”
(2001) ini telah mengembangkan Mobile Youth untuk membantu 250-an
client di 60 negara, termasuk Vodafone, Nokia, Coca-Cola, McDonalds,
Telenor, Orange, O-2, pemerintahan Inggris dan komisi Eropa.
Pembicara lain adalah Bernard Hor, pendiri Summer Sands Group, Kuala Lumpur, yang merupakan ahli dalam youth engagement di Malaysia dan Putut Widjanarko Ph.D, Direktur Paramadina Graduate School of Communication (http://gradschool.paramadina.ac.id/programs/school-of-communication.html). Juga ada James Wiryawan, staf pengajar PPM, dan pengarang ‘Viral Marketing’, dan Muhammad Faisal sendiri. Sebagai panelis adalah Dicky, Imajinasi Foundation, dan Merlissa D (AIESEC) serta Chocky dari BEM UI.
Di
dalam acara ‘Salon Ide Kaum Muda’ ini para pemateri berinteraksi
langsung dengan panelis pemuda dan hadirin, bersama-sama menggali
masukan dan wawasan mengenai budaya muda (youth culture) dan menemukan pemikiran yang orisinil untuk konteks ‘youth marketing’ di Indonesia. Acara juga dihadiri Direktur Utama PT Coca Cola Indonesia, Torsten Kuenzlen.
Pangsa
pasar ‘kaum muda’ ini kian menarik belakangan ini, berkat perkembangan
teknologi komunikasi yang demikian cepat. Sehingga muncullah paradigma
baru, Youth Marketing, yang antara lain menekankan pendekatan bahwa
semua konsumen adalah ‘brand manager’ Anda. Dengan kata lain, perusahaan mesti bisa menjadikan para konsumen -- ya, mereka yang sudah menjadi pembeli, client, pengguna dan pelanggan produk atau jasa perusahaan -- sebagai manager bagi ‘brand’ itu sendiri.
Alhasil,
kaum muda-mudi itu bukan saja menjadi harapan bangsa, tapi juga, dari
kaca mata marketing dan PR, mereka adalah harapan penjual. Pergaulan
mereka yang amat lekat dengan social media
menjadikan kelompok ini kian menarik untuk digarap sebagai duta
perusahaan atau brand manager yang bisa meningkatkan citra dan profit
perusahaan secara sangkil (efisien) dan mangkus (efektif).
Deputi Rektor bidang Kerjasama, Pengembangan Bisnis dan Kemahasiswaan Universitas Paramadina, Ir.Wijayanto MPP berpendapat
bahwa bagi Indonesia sendiri, ini juga jadi soal penting, khususnya
mengingat besarnya pasar kaum muda di Indonesia yang saat ini ada
sekitar 80 juta jiwa. Yang dimaksud Wijayanto itu adalah penduduk
Indonesia yang berusia antara 14-35 tahun. Menurut Faisal, kaum muda
Indonesia itu rata-rata aktif di tiga macam social media (Friendster,
Facebook, dan Twitter). “Di dalam social media tersebut mereka memiliki ratusan teman. Ketika mereka menyukai sesuatu, mereka akan berbagi (men-share) hal tersebut dengan ratusan temannya, di kesempatan lain apabila mereka membenci sesuatu mereka juga akan berbagai (share) hal tersebut,” kata Faisal.
Itu
sebabnya Faisal berpendapat bahwa Youth Marketing adalah sebuah konsep
yang teramat penting dalam dunia PR dan marketing di Indonesia saat ini.
“Pemuda tidak hanya berperan sebagai konsumen pasif, akan tetapi juga amplifier
bagi ‘brand’ dan korporasi. Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa
generasi Y (lahir pada tahun 90an) memiliki budaya (culture) dan
kebiasaan (habit) yang berbeda. Mereka telah mengalami pergeseran dari
penonton televise (tv consumer) ke konsumen Internet (online media
consumer). “Mereka lebih kritis dalam melihat sebuah produk, dan
memiliki kemampuan untuk mengubah trend pasar. Oleh karena itu,
pendekatan klasik seperti event olahraga maupun iklan televisi sudah
tidak begitu ampuh untuk menaklukan kaum muda,” tambah Faisal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar