Pertama kali saya
mengenal Joger ketika saya mengikuti study
tour SMAN 1 Batang kelas 2 tahun 2004. Perkenalan yang membawa bekas
mendalam membuat saya kembali ke Joger Bali pertengahan Desember 2011. Di saat
liburan sekolah suasana di Joger saat itu sangat ramai seperti pasar kaget.
Orang berebut mencari kaos yang sesuai atau pernak-pernik lain seperti tas,
gantungan kunci, sandal, kerajinan dll. Suasana ramai inilah yang membuat orang
“bersaing” untuk berbelanja. Ditambah lagi, kebanyakan orang yang datang ke
Bali (Joger) adalah wisatawan yang mempunyai waktu terbatas. Biasanya wisatawan
rombongan menjadikan Joger sebagai salah satu destinasi kunjungan. Strategi ini
bisa disebut sebagai “panic buyers”.
Berbeda dengan toko
lain yang menerapkan strategi ekspansif, Joger justru hanya membuka satu toko,
yang tokonya berada di Kuta Bali. Hal ini membuat tokonya tidak pernah sepi
sepanjang waktu. Letak toko Joger yang berada di jantung pariwisata Bali, yakni
Kuta, memudahkan konsumen untuk datang ke Joger.
Kaos Joger yang saya
beli ketika study tour SMA bertahan
sampai 5 tahun pakai secara rutin. Ini menandakan kualitas tinggi bahan Joger.
Waktu itu harga kaos sekitar 50ribuan, inflasi mendorong harga kaos menjadi
70ribuan per Desember 2011 dengan model yang sama yang saya beli waktu SMA.
Tidak bisa konsumen
membeli produk Joger sesuai kuantitas yang diinginkan. Ada pembatasan pembelian
yang ditetapkan pihak Joger. Ini mungkin untuk mencegah agar tidak ada lagi
penjualan kembali (reselling) produk
Joger di tempat lain. Jadi kalau ingin beli Joger ya silahkan datang langsung
ke Bali atau nitip teman anda yang ke Bali. Sehingga Joger menjadi oleh-oleh
khas Bali.
Deky Suprianto
*Tulisan ini terinspirasi ketika mengajar kelas
8 SMP Sugar Group untuk materi Pasar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar