World Economic Forum (WEF) baru-baru ini menerbitkan laporan tahunan The Global Competitiveness Report 2012–2013.
Seperti halnya laporan tahun-tahun sebelumnya, laporan tahunan ini
menyajikan data yang komprehensif mengenai Indeks Daya Saing Global
beserta unsur-unsur pembentuknya.
Ada 144 negara yang dicakup
dalam laporan tahun ini (tahun 2011 ada 142 negara), dengan sistem
pengukuran yang sama dengan tahun-tahun sebelumnya. Ada enam tambahan
negara yang dicakup, yaitu Seychelles, Sierra Leone, Guinea, Gabon,
Liberia dan Lybia; namun ada empat negara yang tidak dianalisis untuk
laporan tahun 2012 ini karena masalah politik dan keamanan (Tunisia dan
Suriah) dan karena ketiadaan data (Belize dan Angola).
Data untuk
mengukur indeks daya saing global tersebut berasal dari survei opini
eksekutif di setiap negara dan data sekunder yang diperoleh dari lembaga
internasional seperti IMF dan Bank Dunia, yang berasal dari kantor
statistik setiap negara. Berikut ini adalah interpretasi terhadap indeks
daya saing global tahun 2012 yang dipublikasikan oleh WEF tersebut.
Global
Tahun
2012 ini, negara yang paling kompetitif adalah Swiss, yang
mempertahankan peringkat pertama dari hampir seluruh negara di dunia
sejak tahun 2009. Peringkat ke 2 adalah Singapura, disusul oleh
Finlandia, Swedia, Belanda, Jerman, AS, Inggris; dan dua negara Asia
lain, yaitu Hong Kong dan Jepang. Lihat Tabel 1. Hong Kong tahun ini
berhasil menggusur Denmark dari sepuluh negara paling kompetitif di
dunia.
Dari semua negara yang disurvei WEF, negara yang
menunjukkan kenaikan tertinggi dalam peringkat daya saing sejak tahun
2008 adalah Kambodia, yang meningkat dari peringkat ke 109 (2008)
menjadi peringkat ke 85 (2012). Negara-negara lain yang mengalami
kenaikan peringkat tertinggi setelah Kambodia adalah Azerbaijan, Peru,
Turki Bosnia-Herzegovina, dll.
Sedangkan negara dengan penurunan
peringkat daya saing tertinggi adalah Yunani, yang merosot dari
peringkat ke 67 (2008) menjadi ke 96 (2012), yaitu menurun sebanyak 29
angka. Negara-negara lain yang mengalami kemerosotan peringkat daya
saing adalah Mesir, Slowakia, Pakistan, Botswana, dll.
ASEAN
Diantara
negara-negara ASEAN, setelah Singapura, negara yang tertinggi peringkat
daya saing tahun 2012 adalah Malaysia (ke 25), disusul Brunei
Darussalam (28), Thailand (38). Indonesia berada di urutan ke empat
dengan posisi ke 50. Negara tetangga Timor-Leste menempati urutan
terakhir (ke 136). Negara-negara ASEAN yang mengalami kenaikan indeks
daya saing terbesar sejak 2008 adalah Kambodia (24 tingkat), Brunei
Darussalam (11), Filipina (6), Indonesia (5) dan Singapura (3).
Sedangkan Malaysia, Thailand, Vietnam dan Timor Leste mengalami
penurunan peringkat daya saing selama 2008-2012. Lihat Tabel.
Indonesia
Tahun
ini Indonesia mengalami penurunan indeks daya saing global, dari posisi
ke 46 (2011) menjadi ke 50 (2012). Peringkat terbaik Indonesia adalah
pada tahun 2010 (ke 44), yang meloncat dari posisi ke 54 dari tahun
sebelumnya. Lihat Tabel 5.
Indeks daya saing menurut WEF dibentuk
oleh 3 unsur utama, yaitu persyaratan dasar, penopang efisiensi, faktor
inovasi dan kecanggihan. Dari ke tiga unsur utama ini, selama tahun
2011-2012 hanya unsur terakhir yang mengalami kenaikan peringkat, walau
hanya satu tingkat. Sedangkan dua unsur lain mengalami penurunan
peringkat, yang terburuk adalah unsur pertama yaitu persyaratan dasar.
Perlu
menjadi perhatian bahwa selama periode 2008-2012, unsur persyaratan
dasar mengalami kenaikan peringkat dengan cukup tajam (dari 76 ke 58),
sedangkan ke dua unsur lain mengalami penurunan. Negara-negara
berkembang yang sedang menapak menjadi negara maju umumnya mengalami
peningkatan peringkat dalam unsur ini. Jadi Indonesia menunjukkan jejak
yang berbeda dengan sebagian besar negara lain dalam pola perubahan daya
saing global selama lima tahun terakhir ini.
Dianalisis secara
lebih mendalam, terlihat bahwa pilar kesiapan teknologi, efisiensi pasar
barang dan kecanggihan bisnis menunjukkan peningkatan dari keadaan
tahun 2011. Sedangkan ke 9 pilar lain menunjukkan penurunan dalam
peringkat daya saing. Cukup menonjol adalah pilar efisiensi pasar tenaga
kerja, yang merosot dari peringkat 94 dunia menjadi ke 120. Aspek
ketenagakerjaan inilah penyebab merosotnya daya saing Indonesia pada
tahun 2012.
Selanjutnya jika dianalisis secara lebih mendalam
lagi, maka terlihat ada perubahan yang cukup signifikan pada beberapa
beberapa indikator pembentuk indeks daya daya saing. Dari 113 indikator
daya saing, jumlah indikator yang mengalami kenaikan dan penurunan
hampir sama, yaitu 52 (naik) dan 51 (turun) sedangkan 10 indikator lain
tidak mengalami perubahan. Indikator daya saing yang mengalami
peningkatan adalah antara lain peran manajemen profesional, pengguna
internet, pendelegasian kewenangan, inflasi.
Adapun indikator
daya saing yang mengalami penurunan peringkat diantaranya adalah
pelayanan pemerintah untuk mendorong bisnis, neraca anggaran dan belanja
pemerintah, dan paten per sejuta penduduk.
Dalam pilar kelembagaan,
indikator daya saing yang mengalami kenaikan adalah antara lain
transparansi perumusan kebijakan pemerintah (6), kekuatan standar
akuntansi dan pelaporan (7), perilaku etis perusahaan (11) dan kemampuan
manajemen (11). Sedang indikator yang mengalami penurunan adalah antara
lain pelayanan pemerintah untuk mendorong bisnis (-21), praktek
penyuapan (-8), dampak terorisme bagi dunia usaha (-7), kriminalitas
terorganisasi (-7).
Dalam pilar infrastruktur,
indikator yang mengalami perbaikan peringkat adalah antara lain
pelanggan telpon gerak (4) dan kualitas pasokan listrik (5), sedang yang
mengalami penurunan adalah antara lain Sambungan telpon tetap (-11),
kualitas infrastruktur umum (-10), kualitas infrastruktur transportasi
udara (-9).
Dalam pilar lingkungan ekonomi makro,
indikator yang mengalami kenaikan peringkat daya saing adalah antara
lain peringkat kredit negara (7) dan inflasi (15), sedang yang mengalami
penurunan adalah antara lain neraca anggaran dan belanja pemerintah
(-15).
Dalam pilar kesehatan dan pendidikan dasar,
indikator yang mengalami kenaikan daya saing adalah antara lain
kematian bayi (3), sedang yang mengalami penurunan adalah antara lain
dampak HIV/AIDS bagi dunia usaha (-12), dampak TBC bagi dunia usaha
(-10), dan harapan hidup (-8).
Dalam pilar pendidikan tinggi dan pelatihan,
indikator yang mengalami perbaikan adalah antara lain kualitas
pendidikan matematika dan keilmuan (8) dan pelatihan karyawan (13),
sedang indikator yang mengalami penurunan adalah antara lain akses
internet sekolah (-7) dan tingkat partisipasi pendidikan menengah (-4).
Dalam pilar efisiensi pasar barang,
indikator yang mengalami kenaikan adalah antara lain efektivitas
kebijakan anti monopoli (12), beban prosedur kepabeanan (12), sedang
yang mengalami penurunan adalah antara lain intensitas kompetisi lokal
(-7) dan cakupan dan efek perpajakan (-7).
Dalam pilar efisiensi pasar tenaga kerja,
indikator yang mengalami kenaikan adalah antara lain kerjasama hubungan
buruh-pengusaha (7), dan peran manajemen profesional (18), sedang yang
mengalami penurunan adalah antara lain biaya redundansi (-6) dan upah
dan produktivitas (-6).
Dalam pilar kemajuan pasar uang,
indikator yang mengalami kenaikan adalah antara lain keberadaan
teknologi terbaru (2), sedang yang mengalami penurunan adalah antara
lain indeks hak memperoleh keadilan (-13) dan pembiayaan melalui pasar
saham lokal (-5).
Dalam pilar kesiapan teknologi,
indikator yang mengalami kenaikan adalah antara lain pita lebar
internet (14) dan pengguna internet (17), sedang yang mengalami
penurunan adalah antara lain PMA dan transfer teknologi (3) dan
pelanggan internet pita lebar (4).
Dalam pilar besar pasar,
indikator yang mengalami kenaikan daya saing adalah antara lain
pendelegasian kewenangan (16), sedang yang mengalami penurunan adalah
antara lain ekspor/PDB (-1).
Dalam pilar kecanggihan bisnis,
indikator yang mengalami kenaikan adalah antara lain kecanggihan proses
produksi (5), cakupan pemasaran (5), dan kualitas pemasok lokal (6),
sedang indikator yang mengalami penurunan adalah antara lain kuantitas
pemasok lokal (-10), sifat keunggulan daya saing (-6) dan kepanjangan
rantai nilai (-1).
Terakhir, dalam pilar inovasi,
indikator yang mengalami kenaikan adalah antara lain lelang pemerintah
untuk produk teknologi maju (5) dan belanja riset perusahaan (6), sedang
yang mengalami penurunan adalah antara lain indikator paten per sejuta
penduduk (-15) dan jumlah ilmuwan dan insinyur (-6).
Kesimpulan
Penurunan
peringkat daya saing Indonesia pada tahun 2012 ini seharusnya membuat
pemerintah dan dunia usaha segera mencari jalan keluar mengatasi
penyebab penurunan daya saing tersebut. Indeks daya saing global yang
dibuat oleh WEF dapat menjadi rujukan untuk menentukan perbaikan yang
perlu dilakukan. Selain itu, dengan belajar dari negara-negara lain yang
menunjukkan kenaikan indeks cukup signifikan, dapat dipelajari
kebijakan apa yang perlu dilakukan di Indonesia untuk meningkatkan
indeks daya saing.
Laporan periodik WEF tahun 2012 ini juga
menyertakan kendala-kendala yang menghambat untuk berusaha di Indonesia,
antara lain: birokrasi pemerintah yang tidak efisien, korupsi,
keterbatasan infrastruktur, etika kerja yang buruk, hambatan peraturan
perburuhan, dan lain-lain
*) Staff Bappenas (naskah sudah dimuat di bappenas.go.id).