Kamis, 02 Januari 2014

Konsultan Merek di Indonesia Terlalu Fokus Desain?

www.marketing.co.id – Pada akhir bulan Oktober 2013, saya terlibat diskusi yang intens dengan senior saya, seorang profesional yang mendalami dunia merek. Namun untuk artikel ini, saya memilih tidak menyebutkan nama dan latar belakang senior saya secara mendetil untuk menghormati permintaannya dan menghindari kemungkinan konflik dengan konsultan merek yang mungkin merasa tersentil dengan artikel ini.
Pic source: Batebrand.com
Pic source: Batebrand.com
Dalam diskusi tersebut, senior saya menyatakan bahwa sebagian konsultan merek di Indonesia terlalu mengurusi desain atau logo merek. Mereka terlalu mengurusi mulai dari warna, bentuk garis, dan seterusnya hingga melupakan nilai sesungguhnya dari sebuah merek. Melewatkan intisari merek dan membahas hal-hal yang memiliki implikasi kecil terhadap konteks.
Senior saya, yang pandangannya dipengaruhi oleh David Aaker menyatakan bahwa seharusnya konsultan merek di Indonesia lebih mengutamakan dua hal utama yang memengaruhi nilai merek dan bukannya desain logo. Dua hal tersebut adalah:
1.       Nilai bisnis
Merek dapat memiliki pengaruh sangat besar terhadap perusahaan. Sebagai contoh, lihat saja General Electric. Semua produk-produk keluaran General Electric selalu menyertakan nama perusahaan (General Electric) dan jelas mereka tidak bergantung semata kepada desain atau logo yang relatif tidak banyak berubah semenjak mereka didirikan pada tahun 1892.
General Electric memaknai merek yang lebih holistik dan mendalam mulai dari keterkaitan merek dengan konsumen, pembuatan dan perwujudan strategi yang mampu memenuhi kebutuhan serta harapan konsumen, dan masih banyak lagi.
Singkatnya, GE mencurahkan perhatian utama bukan untuk mengurusi warna, mengganti desain logo atau mengadakan survei untuk mengetahui kesan terhadap merek.
2.       Besaran dampak aset-aset tidak berwujud yang berhubungan dengan merek
Untuk hal kedua, besaran dampak aset tak berwujud terhadap merek memang cenderung subyektif dan dipengaruhi kedalaman pengetahuan terhadap ekuitas merek, sifat dan watak dari strategi bisnis serta besaran pengaruh hal-hal tak berwujud lainnya.
Meski cenderung subyektif, menurut estimasi dari tulisan David Aaker di Prophet.com, besaran pengaruh aset tak berwujud terhadap merek dapat mencapai angka 70%.  Relatif sama seperti maksud yang disampaikan pada hal pertama, asset-aset tak berwujud tersebut jauh lebih dalam dan luas daripada sekedar desain atau logo merek.
Jadi, jika dua hal utama yang memengaruhi nilai merek tidak mencantumkan desain logo, kenapa ada sebagian konsultan merek di Indonesia terlalu mengurusi desain serta logo merek? Malah jasa yang ditawarkan pertama kali seringkali berkaitan dengan mendesain ulang logo. Sungguh patut disayangkan. (Andika Priyandana – Pemimpin Redaksi Marketing.co.id)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar