Kamis, 08 Januari 2015

Selling = Making Friendship

More sales are made with friendship than salesmanship.”

Ini adalah ungkapan menohok dari sales guru, Jeffrey Gitomer yang nempel dan terus mengiang-ngiang kuat di otak saya. Bahkan sejak sekitar 10 tahun lalu saat saya memutuskan untuk nyemplung di dunia penjualan, saya meyakini keampuhan ungkapan tersebut.

Siapa bilang seorang salesman nggak butuh salesmanship. Siapa bilang seorang salesman nggak perlu keahlian dalam prospecting, presenting, negotiating, dan closing. Itu semua wajib dikuasai agar Anda menjadi sales superstar. Namun di atas itu semua, Anda harus melandasinya dengan selling mentality yang adiluhung yaitu: making friendship.

Trust

1000% saya memercayai prinsip bahwa “roh” jualan adalah mencari teman dan membangun pertemanan, bukan sebatas menguasai teknik-teknik penjualan. Kenapa? Begitu menjadi teman, maka si pelanggan dengan sendirinya akan men-trust Anda. Dan dengan bekal trust, maka proses jualan Anda akan menjadi begitu mudah. Pelanggan menjadi begitu pengertian, tidak usil dengan kesepakatan harga, menjadi pemaaf jika kita melakukan kesalahan, dsb-dsb. Artinya, di titik ini sesungguhnya Anda tak perlu lagi teknik-teknik penjualan yang canggih.

Salah satu ciri Anda sudah bisa menyulap pelanggan menjadi teman adalah jika negosiasi atau tawar-menawar harga sudah tidak relevan lagi. Tawar-menawar harga di dalam pertemanan sudah tidak penting lagi karena antara Anda dan pelanggan terjadi saling pengertian dan saling percaya. Pada saat Anda mengajukan harga, maka pelanggan meyakini 1000% bahwa Anda memberikan harga yang terbaik, bukan harga manipulasi, bukan harga mark-up, bukan pula harga yang menjerumuskan.

Dengan landasan trust, pelanggan akan percaya penuh bahwa sebagai teman Anda tak akan memperdaya, menipu-muslihat, memanipulasi mereka. Mereka akan yakin bahwa Anda akan selalu berpikir dan berbuat yang terbaik untuk mereka. It’s the power of friendship.

Plong

Ketika jualan disikapi sabagai mengejar terget dan memburu omzet, maka kita akan stres dan frustasi karena kita akan merasa menjadi mesin uang yang tak pernah ada capeknya. Namanya target, sky is the limit, tak ada batasnya. Tahun ini mencapai omzet 100M, tahun depan dinaikkan 150M; tahun depan tercapai 175M, tahun depannya lagi dinaikan menjadi 300M. Begitu seterusnya tak pernah mengenal titik ujung.

Kalau sudah begitu, maka kita akan merasakan pekerjaan sales sebagai pekerjaan yang paling berat dan membebani: “sales is the most stressful job in the world!!!” Apakah Anda mau seperti itu? Diperbudak oleh target dan capaian omzet?

Kalau tak mau begitu, coba saja ikuti kiat saya. Selama 10 tahun lebih saya menemukan kenikmatan luar biasa saat berjualan? Kenapa bisa begitu? Karena saya tak pernah menganggap jualan sebagai beban: beban untuk secepatnya mencapai closing; beban produk kita laku dibeli si pelanggan; atau beban untuk mencapai target dan mendapatkan bonus/komisi dari perusahaan. Rasanya enteng; rasanya plong.

Setiap kali berjualan saya merasakan hidup kian bermakna karena selalu bertemu orang-orang baru untuk berbagi cerita. Setiap kali berjualan saya mendapatkan kebahagiaan luar biasa karena bisa membantu klien-klien saya. Setiap kali berjualan saya merasakan hidup kian kaya karena mendapatkan suntikan pengetahuan dan pengalaman dari pelanggan-pelanggan. Wow, betapa indahnya.

Begitulah kalau kita menyikapi jualan sebagai making friendship. Prospecting dan menguber lead disikapi sebagai mencari teman. Menawarkan produk disikapi sebagai memperdalam pertemanan. Meyakinkan pelanggan untuk membeli produk kita disikapi sebagai bertukar pengalaman untuk memperkaya kebajikan hidup. Meng-closing penjualan disikapi sebagai komitmen untuk membantu menyelesaikan persoalan pelanggan.

Indahnya lagi, pertemanan tersebut tak hanya terbatas hanya pertemanan secara profesional, tapi juga personal. Pertemanan tersebut dijalin tak hanya sebatas waktu kita sedang jualan ke si pelanggan, tapi sampai kapanpun. Selling is about lifetime friendship. Karena itu saya berpendapat, kalau disikapi sebagai making friendship, maka jualan menjadi sebuah pekerjaan yang paling enteng di dunia; pekerjaan yang paling membahagiakan di dunia; dan pekerjaan yang paling membawa rahmat.

Giving

Ketika kita menyikapi jualan sebagai making friendship, maka spirit yang muncul adalah keikhlasan untuk memberi (giving). Teman sejati selalu mendahulukan giving ketimbang getting. Begitu pun salesman sejati. Seorang salesman sejati akan berpikir untuk giving terlebih dahulu (yaitu bagaimana ia secara sincere bisa membantu dan memberikan solusi pada pelanggan); baru kemudian berpikir untuk getting (yaitu menuntut produknya dibeli dan mendapatkan omzet).

Saya mempercayai sepenuh hati bahwa “giving is receiving”. Ketika Anda memberi maka Anda pasti akan mendapatkan. Semakin banyak Anda memberi, maka semakin banyak pula Anda mendapatkan. Begitupun di dunia sales. Semakin banyak Anda memberi dalam proses jualan Anda, maka pasti Anda akan mendapat lebih banyak lagi dari pelanggan. Kalau spirit of giving itu dilakukan secara ikhlas murni demi kebaikan pelanggan, wow alangkah mulianya profesi salesman.

Celakanya, tak banyak salesman yang memiliki abundance mentality macam ini. Yang kebanyakan terjadi adalah exploitative mentality: pokoknya getting sebanyak mungkin dari pelanggan, kalau perlu pakai aksi tipu-tipu agar tidak ketahuan si pelanggan. Kalau sudah begini maka kita semua akan setuju bahwa “sales is the worst job in the world”. Sales adalah sejelek-jeleknya profesi di muka bumi ini.

Prinsip-prinsip penjualan yang begitu indah di atas mungkin menjadi bahan tertawaan bagi sebagian salesman. “Ah itu teori... Ah itu sok suci!” Semua itu tergantung kita. Itu semua tergantung bagaimana kita memaknai pekerjaan kita. Tinggal Anda pilih wahai para salesman: Apakah Anda mau menjalani pekerjaan Anda dengan penuh beban, stres dan kefrustasian. Atau Anda menyikapinya dengan perasaan plong, ikhlas, penuh kebahagiaan, penuh rahmat.

Kalau Anda menginginkan pilihan yang terakhir, rahasianya gampang: jadikan pelanggan Anda teman seumur hidup!

__________

Yuswohady
Blog: www.yuswohady.com | Twitter: @yuswohady

Tidak ada komentar:

Posting Komentar