Rabu, 26 November 2014

10 Pelajaran Pahit Mendapatkan Klien di Awal Perjalanan Sribu

“In the business world, everyone is paid in two coins: cash and experience. Take the experience first; the cash will come later.” – Harold S. Geneen
Saya sangat setuju dengan pernyataan dari Harold S. Geneen di atas. Meski pun secara materi saya tidak mendapatkan keuntungan pada kontes pertama yang dijalankan Sribu, namun saya merasa bahwa pengalaman ini adalah baby steps atau langkah awal yang sangat berharga dan menjadi langkah awal mengembangkan Sribu.

10 Pelajaran Pahit yang Saya Dapatkan
Klien pertama (Arjuna Elektronik) kami dapatkan 3 bulan setelah Sribu berjalan, dan 30 klien selanjutnya dalam 6 bulan setelahnya. Angka yang tergolong sangat kecil bagi bisnis online dimana membuat bisnis scaling adalah fokus utama. Apa yang terjadi? Apa saja yang menyebabkan sebegitu susahnya mendapatkan klien? Pengalaman pahit apa saja yang dilewati?
1. Tidak Fokus
tidak fokus
Tidak Fokus
Pada saat itu, saya sendiri tidak fokus untuk mendapatkan klien karena takut bahwa desainer yang sudah join akan merasa bosan apabila tidak ada aktivitas di Sribu. Maka waktu itu kami banyak menghabiskan waktu untuk ‘keep the desainer happy’ dengan cara membuat dummy kontes dengan uang sendiri atau posting-posting content di social media.
Padahal seharusnya saya tidak perlu sampai melakukan hal itu. Yang perlu saya lakukan hanya fokus dalam upaya untuk mendapatkan klien. Dengan melakukan hal itu, saya yakin saya bisa mendapatkan klien pertama Sribu dalam waktu yang lebih singkat.

2. Memulai dari Orang yang Belum Dikenal
Sribu mendapatkan klien pertamanya pada bulan ketiga setelah diluncurkan. Sangat lama, bukan? Ya, hal ini terjadi bukan hanya karena saya tidak fokus dalam mencari klien. Tapi juga karena saya menggunakan strategi marketing yang kurang tepat.
Upaya mendapatkan klien pertama dalam 3 bulan tersebut adalah berusaha mendekati orang-orang yang tidak saya kenal melalui kegiatan online marketing.
Namun, setelah Ronald menutup kontes pertama Sribu, saya terpikir, mengapa saya tidak menghubungi orang-orang yang ada di dekat saya saja? Dan begitu saya mencoba menghubungi teman dan saudara, saya malah mendapatkan hasil yang lebih baik dari pada saya mencoba meraih pelanggan yang tidak saya kenali.

3. Tidak Melakukan Riset
Riset adalah hal pertama yang harus dilakukan seorang entrepreneur sebelum melakukan sesuatu, terutama untuk kegiatan marketing. Kita semua pasti tau, biaya untuk melakukan kegiatan marketing tidaklah sedikit. Namun pada saat itu, saya tidak melakukan riset dan malah mencoba semua marketing channel. Seperti menembak dengan mata tertutup dengan harapan bisa mengenai target, namun hasilnya pun 0 besar. Tidak ada kegiatan marketing yang sukses pada saat itu.
Sebenarnya, melakukan riset tidaklah serumit yang Anda bayangkan. Anda bisa melakukan riset kecil-kecilan seperti mengamati strategi marketing bisnis lain yang Anda anggap berhasil atau melakukan survey.

4.  Menjalankan Kegiatan Online Marketing yang Tidak Cocok untuk Sribu
Pada saat itu, saya tidak mengerti tentang apa pun. Saya hanya menjalankan apa yang baru saja saya ketahui. Waktu itu saya mencoba online push marketing dengan menggunakan Google Display dan Facebook Ads yang berakhir tanpa konversi. Ini semua bukan hanya masalah uang, namun juga waktu yang banyak dihabiskan untuk mengerjakan dan menunggu hasil dari iklan ini.
Bagi Anda yang belum mengerti apa itu push marketing, push marketing adalah salah satu jenis kegiatan marketing yang mendekatkan perusahaan dengan pelanggan secara langsung dan cenderung lebih agresif.
Jasa yang ditawarkan Sribu adalah jenis jasa yang hanya akan digunakan ketika sedang dibutuhkan. Sehingga ada beberapa jenis kegiatan online marketing yang tidak akan sesuai untuk Sribu gunakan.
5. Mencoba Segala Kegiatan Offline Marketing
IMG-20130120-00280
Canvassing
Karena Sribu adalah pioneer dalam bisnis crowdsourcing di Indonesia, maka saya mencoba semua marketing channel yang ada. Salah satu kegiatan marketing yang kami coba adalah canvassing, membagikan brosur Sribu di jalan. Dengan melakukan hal tersebut, kami baru mengerti betapa susahnya mengkonversi offline users untuk menjadi online customers.

6.  Terburu-Buru dalam Mencari Klien Besar
Siapa sih yang tidak ingin menghandle brand ternama sebagai klien? Dengan menghandle brand ternama sebagai klien, trust level perusahaan bisa meningkat, perusahaan pun juga bisa menjadi semakin dikenal karena berbagai sorotan yang didapatkan oleh klien dengan brand besar tersebut. Namun sayangnya, mendapatkan brand besar sebagai klien tidaklah mudah. Sribu sendiri baru bisa mendapatkan Rice Bowl sebagai klien setelah 6 bulan Sribu launch dan melalui pitching yang menghabiskan cukup banyak waktu.

7. Ketidaksiapan dalam Memberi Penjelasan
Terms crowdsourcing masih sangat baru. Tentunya sangat sulit bagi saya untuk menjelaskannya kepada orang awam. Pada saat itu saya menjelaskan semua detailnya sehingga membuang banyak waktu. Setelah melewati beberapa bulan berjalan, saya berpikir bahwa saya sebenarnya hanya perlu menjelaskan bahwa Sribu adalah perusahaan yang memberikan jasa desain.
Memberikan penjelasan kepada orang awam mengenai bisnis yang dijalankan memang bukanlah hal yang mudah. Namun, ketidak-siapan dalam menjelaskan sesuatu (apalagi presentasi seputar perusahaan) tentu bisa semakin membuatnya semakin sulit.
8. Menghabiskan Banyak Waktu untuk Meyakinkan Calon Pelanggan
Sebagai perusahaan baru yang masih belum memiliki pelanggan dan juga portofolio, saya harus meyakinkan calon klien untuk menggunakan jasa desain dari Sribu. Saya menghabiskan banyak waktu untuk menjelaskan banyak hal agar calon klien percaya bahwa nantinya akan mendapatkan desain yang sesuai dengan keinginannya.
Pengalaman ini membuat saya sadar akan pentingnya product knowledge. Selain itu, kesabaran dan kecermatan dalam menjawab setiap pertanyaan yang diberikan oleh calon klien sangat diperlukan agar calon klien Anda bisa mempercayakan uang yang dimilikinya kepada Anda untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan.
9. Melakukan (Hampir) Apa Saja untuk Mendapatkan Klien Pertama
Sebagai lanjutan cerita pada poin sebelumnya, saya pun nekad melakukan apa saja untuk mendapatkan klien pertama Sribu. Ketika sampai di kantor Ronald dan berdiskusi, ternyata budget yang disiapkan hanya Rp 600.000 sementara minimalnya untuk order desain brosur adalah Rp 1.500.000 (Rp 1.200.000 untuk desainer yang menang dan Rp 300.000 profit Sribu) pada saat itu. Jadi terpaksa saya nombok Rp 600.000 demi mendapatkan klien pertama dan tanpa profit :).
10.  Kesabaran yang Tinggi dalam Merintis Start-Up
sabar
Be persistence
Kantor Ronald berlokasi di Daan Mogot Jakarta Barat, sedangkan saya sendiri berlokasi di Gandaria Jakarta Selatan. Untuk melakukan perjalanan tersebut dibutuhkan waktu sekitar 2 jam, sehingga saya menghabiskan hampir seluruh jam kerja saya untuk mempresentasikan produk Sribu bernilai IDR 1.500.000. Selain itu, saya juga harus tetap menjalankan kontes pertama Sribu yang harus saya tanggung sebagian biayanya.
Semua hal tersebut tentu membutuhkan kesabaran ekstra. Namun saya yakin bahwa segalanya akan berubah menjadi lebih baik jika seorang entrepreneur bisa sabar dalam melewati setiap milestone yang ada.
Pengalaman ini tentu tidak hanya dirasakan oleh saya, namun juga entrepreneur lain yang memiliki bisnis pada bidang yang berbeda. Namun saya yakin bahwa setiap pengalaman pasti memiliki nilai positif yang dapat dipelajari bagi entrepreneur untuk mengembangkan bisnisnya.
~ Don’t stop and keep learning.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar