“In the business world, everyone is
paid in two coins: cash and experience. Take the experience first; the
cash will come later.” – Harold S. Geneen
Saya sangat setuju dengan pernyataan dari Harold S. Geneen di atas.
Meski pun secara materi saya tidak mendapatkan keuntungan pada kontes
pertama yang dijalankan Sribu, namun saya merasa bahwa pengalaman ini
adalah baby steps atau langkah awal yang sangat berharga dan menjadi
langkah awal mengembangkan Sribu.10 Pelajaran Pahit yang Saya Dapatkan
Klien pertama (Arjuna Elektronik) kami dapatkan 3 bulan
setelah Sribu berjalan, dan 30 klien selanjutnya dalam 6 bulan
setelahnya. Angka yang tergolong sangat kecil bagi bisnis online dimana
membuat bisnis scaling adalah fokus utama. Apa yang terjadi? Apa saja
yang menyebabkan sebegitu susahnya mendapatkan klien? Pengalaman pahit
apa saja yang dilewati?
1. Tidak Fokus
Pada saat itu, saya sendiri tidak fokus untuk mendapatkan
klien karena takut bahwa desainer yang sudah join akan merasa bosan
apabila tidak ada aktivitas di Sribu. Maka waktu itu kami banyak
menghabiskan waktu untuk ‘keep the desainer happy’ dengan cara membuat
dummy kontes dengan uang sendiri atau posting-posting content di social
media.
Padahal seharusnya saya tidak perlu sampai melakukan hal
itu. Yang perlu saya lakukan hanya fokus dalam upaya untuk mendapatkan
klien. Dengan melakukan hal itu, saya yakin saya bisa mendapatkan klien
pertama Sribu dalam waktu yang lebih singkat.
2. Memulai dari Orang yang Belum Dikenal
Sribu mendapatkan klien pertamanya pada bulan ketiga
setelah diluncurkan. Sangat lama, bukan? Ya, hal ini terjadi bukan hanya
karena saya tidak fokus dalam mencari klien. Tapi juga karena saya
menggunakan strategi marketing yang kurang tepat.
Upaya mendapatkan klien pertama dalam 3 bulan tersebut
adalah berusaha mendekati orang-orang yang tidak saya kenal melalui
kegiatan online marketing.
Namun, setelah Ronald menutup kontes pertama Sribu, saya
terpikir, mengapa saya tidak menghubungi orang-orang yang ada di dekat
saya saja? Dan begitu saya mencoba menghubungi teman dan saudara, saya
malah mendapatkan hasil yang lebih baik dari pada saya mencoba meraih
pelanggan yang tidak saya kenali.
3. Tidak Melakukan Riset
Riset adalah hal pertama yang harus dilakukan seorang
entrepreneur sebelum melakukan sesuatu, terutama untuk kegiatan
marketing. Kita semua pasti tau, biaya untuk melakukan kegiatan
marketing tidaklah sedikit. Namun pada saat itu, saya tidak melakukan
riset dan malah mencoba semua marketing channel. Seperti menembak dengan
mata tertutup dengan harapan bisa mengenai target, namun hasilnya pun 0
besar. Tidak ada kegiatan marketing yang sukses pada saat itu.
Sebenarnya, melakukan riset tidaklah serumit yang Anda
bayangkan. Anda bisa melakukan riset kecil-kecilan seperti mengamati
strategi marketing bisnis lain yang Anda anggap berhasil atau melakukan
survey.
4. Menjalankan Kegiatan Online Marketing yang Tidak Cocok untuk Sribu
Pada saat itu, saya tidak mengerti tentang apa pun. Saya
hanya menjalankan apa yang baru saja saya ketahui. Waktu itu saya
mencoba online push marketing dengan menggunakan Google Display dan
Facebook Ads yang berakhir tanpa konversi. Ini semua bukan hanya masalah
uang, namun juga waktu yang banyak dihabiskan untuk mengerjakan dan
menunggu hasil dari iklan ini.
Bagi Anda yang belum mengerti apa itu push marketing, push
marketing adalah salah satu jenis kegiatan marketing yang mendekatkan
perusahaan dengan pelanggan secara langsung dan cenderung lebih agresif.
Jasa yang ditawarkan Sribu adalah jenis jasa yang hanya
akan digunakan ketika sedang dibutuhkan. Sehingga ada beberapa jenis
kegiatan online marketing yang tidak akan sesuai untuk Sribu gunakan.
5. Mencoba Segala Kegiatan Offline Marketing
Karena Sribu adalah pioneer dalam bisnis crowdsourcing di
Indonesia, maka saya mencoba semua marketing channel yang ada. Salah
satu kegiatan marketing yang kami coba adalah canvassing, membagikan
brosur Sribu di jalan. Dengan melakukan hal tersebut, kami baru mengerti
betapa susahnya mengkonversi offline users untuk menjadi online
customers.
6. Terburu-Buru dalam Mencari Klien Besar
Siapa sih yang tidak ingin menghandle brand ternama sebagai
klien? Dengan menghandle brand ternama sebagai klien, trust level
perusahaan bisa meningkat, perusahaan pun juga bisa menjadi semakin
dikenal karena berbagai sorotan yang didapatkan oleh klien dengan brand
besar tersebut. Namun sayangnya, mendapatkan brand besar sebagai klien
tidaklah mudah. Sribu sendiri baru bisa mendapatkan Rice Bowl sebagai
klien setelah 6 bulan Sribu launch dan melalui pitching yang
menghabiskan cukup banyak waktu.
7. Ketidaksiapan dalam Memberi Penjelasan
Terms crowdsourcing masih sangat baru. Tentunya sangat
sulit bagi saya untuk menjelaskannya kepada orang awam. Pada saat itu
saya menjelaskan semua detailnya sehingga membuang banyak waktu. Setelah
melewati beberapa bulan berjalan, saya berpikir bahwa saya sebenarnya
hanya perlu menjelaskan bahwa Sribu adalah perusahaan yang memberikan
jasa desain.
Memberikan penjelasan kepada orang awam mengenai bisnis
yang dijalankan memang bukanlah hal yang mudah. Namun, ketidak-siapan
dalam menjelaskan sesuatu (apalagi presentasi seputar perusahaan) tentu
bisa semakin membuatnya semakin sulit.
8. Menghabiskan Banyak Waktu untuk Meyakinkan Calon Pelanggan
Sebagai perusahaan baru yang masih belum memiliki pelanggan
dan juga portofolio, saya harus meyakinkan calon klien untuk
menggunakan jasa desain dari Sribu. Saya menghabiskan banyak waktu untuk
menjelaskan banyak hal agar calon klien percaya bahwa nantinya akan
mendapatkan desain yang sesuai dengan keinginannya.
Pengalaman ini membuat saya sadar akan pentingnya product
knowledge. Selain itu, kesabaran dan kecermatan dalam menjawab setiap
pertanyaan yang diberikan oleh calon klien sangat diperlukan agar calon
klien Anda bisa mempercayakan uang yang dimilikinya kepada Anda untuk
mendapatkan apa yang mereka inginkan.
9. Melakukan (Hampir) Apa Saja untuk Mendapatkan Klien Pertama
Sebagai lanjutan cerita pada poin sebelumnya, saya pun
nekad melakukan apa saja untuk mendapatkan klien pertama Sribu. Ketika
sampai di kantor Ronald dan berdiskusi, ternyata budget yang disiapkan
hanya Rp 600.000 sementara minimalnya untuk order desain brosur adalah
Rp 1.500.000 (Rp 1.200.000 untuk desainer yang menang dan Rp 300.000
profit Sribu) pada saat itu. Jadi terpaksa saya nombok Rp 600.000 demi
mendapatkan klien pertama dan tanpa profit :).
10. Kesabaran yang Tinggi dalam Merintis Start-Up
Kantor Ronald berlokasi di Daan Mogot Jakarta Barat,
sedangkan saya sendiri berlokasi di Gandaria Jakarta Selatan. Untuk
melakukan perjalanan tersebut dibutuhkan waktu sekitar 2 jam, sehingga
saya menghabiskan hampir seluruh jam kerja saya untuk mempresentasikan
produk Sribu bernilai IDR 1.500.000. Selain itu, saya juga harus tetap
menjalankan kontes pertama Sribu yang harus saya tanggung sebagian
biayanya.
Semua hal tersebut tentu membutuhkan kesabaran ekstra.
Namun saya yakin bahwa segalanya akan berubah menjadi lebih baik jika
seorang entrepreneur bisa sabar dalam melewati setiap milestone yang
ada.
Pengalaman ini tentu tidak hanya dirasakan oleh saya, namun
juga entrepreneur lain yang memiliki bisnis pada bidang yang berbeda.
Namun saya yakin bahwa setiap pengalaman pasti memiliki nilai positif
yang dapat dipelajari bagi entrepreneur untuk mengembangkan bisnisnya.
~ Don’t stop and keep learning.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar